Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Ekonomi & Bisnis

Baru Masuk Daftar Forbes, Mogok Kerja Hingga Desakan Pecat Dirut Pertamina Mencuat

Avatar of Okedaily
72
×

Baru Masuk Daftar Forbes, Mogok Kerja Hingga Desakan Pecat Dirut Pertamina Mencuat

Sebarkan artikel ini
Baru Masuk Daftar Forbes, Mogok Kerja Hingga Desakan Pecat Dirut Pertamina Mencuat

Jakarta – Nicke Widyawati, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), belum lama ini didapuk menjadi wanita paling berpengaruh oleh Forbes. Posisinya, dalam daftar 100 wanita berpengaruh itu bahkan mengungguli Menteri Keuangan Sri Mulyani. Namun, beberapa hari belakangan, serikat pekerja di BUMN migas itu malah mendesak Menteri BUMN Erick Thohir memecat sang pemimpin.

Serikat pekerja itu tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Mereka yang mendesak agar Nicke Widyawati dipecat juga mengancam akan melancarkan aksi mogok kerja massal pada 29 Desember 2021 dan 7 Januari 2022 mendatang. Ancaman ini boleh dibilang pertama kalinya dalam sejarah.

Kepala Bidang Media FSPPB Kapten Marcellus Hakeng Jayawibawa, mengaku telah mengirim surat kepada manajemen Pertamina dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 20 Desember 2021 terkait rencana aksi mogok kerja tersebut. Surat itu juga ditembuskan ke Erick Thohir.

Setidaknya, ada lima alasan yang membuat serikat pekerja mengancam mogok kerja. Pertama, tidak tercapainya kesepakatan untuk melakukan perjanjian kerja bersama (PKB) di perusahaan. Kedua, pengusaha dan pekerja yang diwakili FSPPB gagal melakukan perundingan.

Ketiga, sambung Hakeng, tidak ada itikad baik dari Nicke Widyawati untuk membangun hubungan kerja yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Keempat, manajemen tidak merespons upaya damai yang ditempuh FSPPB.

Sedangkan yang kelima, Erick Thohir mengabaikan permintaan serikat pekerja untuk mengganti pimpinan Pertamina. Di samping, manajemen juga disebut tidak menjalankan isi PKB, yang salah satunya terkait dengan kesejahteraan karyawan.

Dikutip dari CNNIndonesia, bahwa Manajemen Pertamina, kata Hakeng, tiba-tiba mengeluarkan surat keputusan pemotongan gaji karyawan.

“Ketika kami mencoba ingatkan hal tersebut, ruang komunikasi menjadi sangat tidak cukup. Apa yang kami persoalkan tidak dapat tersampaikan dengan baik ke direksi,” terang dia, Selasa (21/12).

Sebetulnya, lanjut Hakeng, pekerja memahami situasi perusahaan di tengah pandemi covid19. Namun anehnya, pemangkasan gaji justru dilakukan ketika perusahaan membukukan kinerja positif.

Kenyataannya, terang-terangan mendapat keuntungan luar biasa,” sambung dia.

Mengutip laman resmi Pertamina, laba bersih sebesar US$183 juta atau setara Rp2,6 triliun pada semester I Tahun 2021. Realisasi ini berbanding terbalik dengan tahun sebelumnya yang merugi sampai US$768 juta.

Baca Juga :  Kreatifitas Anak Pulau, PSPS Bagikan Pertalite Gratis

Tak ayal, pekerja bertanya-tanya kenapa hak mereka dikurangi saat manajemen berkoar-koar di publik bahwa kinerjanya luar biasa baik.

“Jika hak pekerja tidak bisa dipenuhi, hak dalam PKB tidak bisa dipenuhi karena covid19, tidak apa-apa. Tapi, direksi juga harus mendapatkan perlakuan yang sama, ya kami tidak menuntut,” ungkapnya.

Kenyataannya, direksi tetap mendapatkan hak dalam PKB secara utuh. Sementara, hak pekerja dikurangi dengan alasan pandemi covid19.

“Tidak ada keadilan, seharusnya imbang, adil,” kata Hakeng lirih.

Ironisnya, Hakeng mengatakan keputusan pemangkasan gaji dilakukan secara tiba-tiba. Bahkan, surat diterbitkan tanpa berkomunikasi terlebih dahulu dengan serikat pekerja. Alasannya, karena kebijakan bekerja dari rumah (work from home).

“Padahal, pekerja membutuhkan tambahan biaya untuk membeli kuota internet agar bisa bekerja di rumah. Hal itu seharusnya menjadi concern (perhatian), Bukannya malah dikurangi,” tutur Hakeng.

Terlebih, pemangkasan gaji dilakukan setelah dua tahun tidak ada kenaikan gaji. Meski begitu, ia menampik pemangkasan gaji alasan utama serikat pekerja Pertamina melakukan mogok kerja. Menurut dia, alasan lainnya yakni komunikasi searah direksi kepada pekerja.

“Banyak turunan PKB yang dilanggar. Lebih dari 10,” tegasnya.

Menurut Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebetulnya manajemen belum mengeluarkan keputusan pemangkasan gaji karyawan. Namun, kebijakan itu sudah masuk dalam perencanaan manajemen.

Baca Juga :  Bangga Pakai Kendaraan Dinas Kabupaten Sumenep

Ahok mengaku sudah memperingatkan manajemen bahwa pemangkasan gaji seharusnya dimulai dari direksi jika memang akan direalisasikan.

“Saya sudah sampaikan jika ada pemotongan gaji harus dimulai dari direksi. Tidak bisa hanya yang pegawai yang kerja di rumah,” terangnya.

Hakeng berharap serikat pekerja dapat berdialog dengan manajemen untuk menemukan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak. Dengan demikian, aksi mogok kerja tak perlu dilakukan.

“Federasi jelas tidak mau melakukan hal ini (mogok kerja). Ini langkah aksi industrial terakhir untuk memperjuangkan hak-hak kami,” ujar Hakeng.

Serikat pekerja ingin hubungan dengan direksi kembali harmonis. Bahkan, siap mencabut tuntutan kepada Erick Thohir untuk mencopot Nicke Widyawati jika komunikasi kembali terjalin dengan baik.

“Tujuan kami selain mencopot direktur utama sebetulnya mengembalikan kondisi perusahaan dalam kondisi baik. Bukan minimal copot direktur utama. Kalau (Nicke Widyawati, red) bertahan, jadi direktur utama, tapi bisa kembalikan situasi yang harmonis, ya kami dukung,” tutur dia.

Saat ini, diakui sudah ada undangan dari Kementerian Ketenagakerjaan untuk berdiskusi bersama manajemen Pertamina. Hanya saja, ia tak menyebut kapan pertemuan akan dilakukan. Namun, ia kembali mengingatkan kalau tak ada solusi dari pertemuan itu, maka aksi mogok kerja akan tetap dilakukan.

Ia tak merinci jumlah pekerja Pertamina yang akan ikut mogok kerja. Tetapi yang pasti, aksi mogok kerja akan dilakukan secara bertahap.

“Jika ternyata mogok kerja tetap dilaksanakan, maka dibuat bertingkat. Tentu tidak ujug-ujug 29 Desember 2021 mogok kerja besar,” katanya.

Ekonom INDEF Abra Talattov menuturkan persoalan hubungan industrial antara manajemen harus secepatnya diselesaikan. Sebab, apabila mogok kerja benar-benar dilakukan, maka siap-siap saja distribusi bahan bakar minyak (BBM) jadi terganggu.

“Ini pasti berdampak besar ke operasional Pertamina karena akan terjadi gangguan di lini bisnis. Distribusi pelayanan produk BBM ini akan terganggu,” ucapnya mengingatkan.

Bukan cuma itu, reputasi Pertamina di mata investor juga akan buruk. Hal itu akan mempengaruhi proses perusahaan dalam mencari mitra bisnis.

“Tantangan Pertamina berat kalau di internal ada gejolak seperti ini,” imbuh Abra.

Oleh karena itu, Abra menilai perlu ada intervensi dari Kemnaker dan Kementerian BUMN untuk menyelesaikan masalah hubungan industrial manajemen dengan pekerja.

“Konteksnya bukan hanya bipartit antara perusahaan dan tenaga kerja. Dampaknya juga ke masyarakat,” tutur dia.

Senada, Ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyebut citra Pertamina akan tercoreng bila serikat pekerja benar-benar mogok kerja.

“Pertamina BUMN besar, yang selama ini tidak pernah dengar tuntutan mogok kerja. Ini yang baru dan akan menimbulkan tanda tanya,” kata Yusuf.

Pemerintah dan manajemen Pertamina masih memiliki waktu sekitar satu pekan ke depan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Minimal, harus ada dialog dengan serikat sebelum aksi mogok kerja dilakukan.

“Terlepas apakah manajemen setuju dengan tuntutan, tapi yang penting harus dialog dulu,” pungkas Yusuf.

Example 325x300