Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Opini

Catatan Anak Pulau : Potret Politik Jenaka 2024

Avatar of Okedaily
41
×

Catatan Anak Pulau : Potret Politik Jenaka 2024

Sebarkan artikel ini
Catatan Anak Pulau : Potret Politik Jenaka 2024
Hainor Rahman, Mahasiswa Unisma Fakultas Agama Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Semester VI. ©Redaksi

OKEDAILY.COM – Usai sudah gegap gempita kehidupan bangsa terjajah, 77 tahun lamanya bangsa Indonesia telah merdeka dan terbebas sepenuhnya atas kungkungan penjajah. Anugrah yang harus disyukuri oleh seluruh rakyat Indonesia dapat menghirup udara segar kemerdekaan ini. Sehingga menjadi tugas kita bersama menjaga dan merawat cita-cita kemerdekaan.

Namun, belakangan ini terdengar santer perbincangan elit politik tentang grand desain kehidupan berbangsa dan bernegara. Mencoba merumuskan kepentingan rakyat dengan gelagat merakyat. Turun gunung menyapa disaat kepentingannya mulai terencana, anak muda mengatakan “Si paling merakyat”.

Saat ini bukan eranya lagi untuk terus dibodohi oleh kepentingan elit tak bertanggung jawab. Kita sebagai rakyat yang memiliki otoritas tinggi dan penentu arah kehidupan bangsa, haruslah dilandasi dengan kesadaran tinggi. Memastikan pemimpin betul-betul pro terhadap rakyat, spiritnya pancasila dan kebinikaan serta dipandang memiliki potensi membuka peradaban baru bagi kehidupan sebuah bangsa besar.

Baca Juga :  Lembar XVII : Jenderal Sakera Pulang Kampung

Tak terbayang bagaimana elit politik melakukan manuver. Adakah yang sudah terbayang akan seperti apa perjalanan pesta demokrasi 2024?. Sering dibahasakan penjajakan antar kekuatan parpol dan tokoh politik yang diusungnya sama-sama berkelana seperti pendekar mencari kesaktian.

Proses yang menarik dengan menjodohkan antar kekuatan politik. Ada yang menjomblo, dua berpasang, ada pula tiga serangkai atau bahkan berkelompok sebab ia tak memenuhi persyaratan. Sehingga tak mau kalah dan tak mau tidak terlibat dalam kontestasi politik maka menyusun kekuatan parpol teralienasi.

Menariknya lagi dikatakan, tiga tahun dalam perhitungan politik hanya berkisar tiga minggu. Wah, wah, wah, dari sini telah tercium aroma dualisme kepentingan yang menyatu dan bermotif-motif. Saya kira anak bangsa telah bisa membaca, merasakan dan menginterpretasikannya.

Baca Juga :  Bunda Fitri Sambut Baik Gagasan Bupati Fauzi Tentang Reaktivasi Rel Kereta Api Madura

Ironisnya, tendang kanan tendang kiri, hujat sana hujat sini. Yah, itulah caranya, lucu bukan? “Sudah biasa hal itu terjadi mau gimana lagi,” mudahnya mengatakan itu dan sungguh jika itu perkataan elit yang dipandang mewakili rakyat, telah bisa dipastikan ia tak lebih seperti binatang liar sesukanya dia meluapkan keinginannya.

“Ingat ini bangsa diperjuangan dengan pengorbanan keringat, tenaga, darah dan nyawa. Jangan engkau rusak dengan kepentingan yang merugikan cita-cita kemerdekaan”

Saya tegaskan, politik bukan untuk memecah belah atau bahkan melatar belakangi terpupuknya kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tapi, politik adalah cara untuk merawat eksistensi sebagai sebuah negara kesatuan. Terasa menggurui para elit “Si paling tau” boleh jadi iya, jika dia tidak paham-paham bagaimana politik itu dipergunakan.

Baca Juga :  Mahasiswa Krisis Berpikir Kritis di Bangku Perkuliahan

Kita bangsa yang memiliki sistem demokrasi. Abraham Lincoln menjelaskan bahwa demokrasi adalah sebuah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Begitupun ilustrasi parpol merekomendasikan pemimpin bukan mempersiapkan, melainkan pemimpin itu dipersiapkan oleh siapa? Seluruh rakyat Indonesia. Sebab, pembangunan bangsa harus melibatkan secara keseluruhan kesadaran rakyat. Bukan antara si paling. Tapi, antara kebhinekaan dan kesatuan seluruh anak bangsa dalam merawat persatuan dan kesatuan bangsa.

Cerdik, berakal, dan tahu ilmu siasat itulah “jenaka”. Semakin pandai mengetahuinya, semakin bisa untuk melakukan apapun yang korelatif dengan keinginan pribadi dan kelompoknya begitu adagium pemungkasnya.

Example 325x300