SUMENEP – Daerah seperti Kabupaten Sumenep memang tidak dapat langsung menangkap signal televisi analog, solusi yang dapat digunakan yaitu menambah perangkat Set Top Box (STB) atau lebih dikenal dengan istilah dekoder. Selain siaran analog, siaran TV digital pun dapat diterima.
Cara lain yang biasa digunakan oleh warga masyarakat di Sumenep adalah dengan berlangganan TV Kabel lokal yang ada. Salah satunya adalah PT Sumekar Multivision yang berlokasi di Jalan Lontar Pangarangan, Sumenep, Madura Jawa Timur.
Beroperasi sejak media 2000-an, PT Sumekar Multivision kini menjadi TV Kabel terbesar di Sumenep dengan jumlah pelanggan menyentuh angka ratusan ribu. Harga yang terjangkau dengan pilihan channel beragam tentunya menarik minat masyarakat.
RD (inisial), warga Kebunan Kota Sumenep, sebagai pelanggan baru TV Kabel PT Sumekar Multivision, cukup merogoh kocek sebesar 300 ribu rupiah dengan biaya berlangganan hanya 30 ribu rupiah setiap bulannya.
“Murah lah Mas, 300 ribu dapat kurang lebih 50 channel dalam dan luar negeri,” ujarnya, Minggu (20/2).
Warga lainnya asal Parsanga, JRW memberi keterangan untuk tayangan olahraga seperti sepakbola dari berbagai liga kenamaan Eropa tersedia, namun kerap diacak ataupun disiarkan bukan di channel semestinya.
“Misalnya sepakbola disiarkan RCTI channel nomor 7 di TV Kabel, tapi pas tayang bukan di nomor 7 tapi di nomor 15,” terangnya.
Melihat harga yang relatif murah dengan banyaknya pilihan channel yang diberikan jaringan TV Kabel oleh PT Sumekar Multivision, memantik pertanyaan apakah layanan penyiaran berlangganan yang dilakukan legal alias resmi?
Kesempatan datang ketika kami berhasil mendapatkan waktu untuk berbincang dengan Suhartono, SH. Direktur Utama PT Sumekar Multivision di kediamannya sekaligus kantor Pesona TV.
“Tahun 2000 Pesona TV (PT Sumekar Multivision, red) sudah ada dan merajai. Satu-satunya di Madura yang memiliki Izin Penyiaran Tetap (IPP),” jelas dia, Kamis (17/2).
Ia kemudian mengatakan, hanya PT Sumekar Multivision satu-satunya TV Kabel yang diakui se-Madura dan mendapat mandat dari MNC untuk mengawasi, dan harus ada izin dari Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang ada di setiap provinsi.
“Terkait saluran satelit itu harus ada izin dari Balmon yang setiap enam bulan sekali datang kesini untuk mendeteksi, arah mana jalur siaran yang masih kosong. Per bulan untuk MNC saja, saya bayar 27 juta, makanya saya mau mengeluarkan izin internet lagi dari MNC Group,” ungkap H. Nono panggilan karibnya.
Apa yang disampaikan H. Nono memang benar, setiap TV Kabel yang beroperasi di daerah harus memiliki izin penyiaran. Selain itu juga harus mendapatkan izin dari lembaga penyiaran yang kontennya diteruskan serta dikomersilkan.
Hak siaran dibatasi pada pertandingan langsung event olahraga, seperti sepak bola. Dimana stasiun yang memegang izin hak siar hanya diberikan kewenangan untuk menyiarkan pertandingan sepak bola lewat jalur terestrial saja, sementara lewat jalur transmisi satelit tidak dibolehkan.
Sering terjadi perusahaan TV Kabel yang beroperasi di daerah mengambil dan menyiarkan konten tanpa izin. Walaupun yang bersangkutan tidak mengambil langsung dari receiver, melainkan mengambil dari satelit luar.
Konten yang diambil dan ditayangkan kemudian dikomersilkan ke rumah-rumah melalui kabel, yang akhirnya menjadi polemik dan berdampak hukum karena konten itu merupakan hak eksklusif dari pemilik.
Seperti yang terjadi terhadap PT Krista Rafi Nusantara (Rafi Vision), Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) melalui kabel berbasis di kota Gresik dengan layanan di Gresik, Banyuwangi, Tuban, Lamongan dan Jember yang harus mendekam di balik jeruji besi.
Sebab, telah menyiarkan siaran televisi terestrial (free to air/FTA) MNC Group secara ilegal atau tanpa izin K-Vision selaku pihak yang berhak untuk menyiarkan dan melakukan redistribusi. Padahal, Rafi Vision memiliki izin penyiaran dengan IPP Nomor 63 Tahun 2014 05 Februari 2014.
Sementara, hasil penelusuran Okedaily.com, PT Sumekar Multivision terdaftar di Jakarta Pusat Indonesia. Itu diterbitkan dalam Berita Negara pada 2013 dengan nomor registrasi 75/106529. Beralamat Komplek Perumahan Bapertarum Blok K Sumenep dan sudah mendapatkan Izin Penyiaran Tetap (IPP) Nomor 376 Tahun 2016 29 Februari 2016.
PT Sumekar Multivision juga termasuk Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) yakni, penyelenggara penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan.
Terkait pernyataan H. Nono bahwasanya PT Sumekar Multivision memiliki izin redistribusi siaran MNC Group untuk TV Kabel di Sumenep, masih patut diuji informasi kebenarannya oleh karena beberapa hal yang dirasa janggal.
Pertama, dari segi harga yang ditawarkan harganya sangat murah yaitu pada kisaran Rp20-40 ribu untuk 40 channel. Sedangkan umumnya, harga berlangganan TV Kabel berada di kisaran Rp100-300 ribu per bulan tergantung paket berlangganannya.
Kedua, dilihat dari jenis tayangannya TV Kabel PT Sumekar Multivision di dalam channel-nya memiliki logo campuran. Biasanya, untuk televisi berbayar resmi hanya satu logonya, misalnya K-Vision saja.
Ketiga, mulai 1 Mei 2019 setiap perusahaan TV Kabel yang hendak menyiarkan dan mengkomersilkan konten MNC Group yang terdiri dari 4 chanel yaitu RCTI, MNC TV, Global TV, dan INEWS TV harus bekerjasama dengan TV Berbayar K-Vision selaku pemegang hak siar eksklusif.
Terakhir, K-Vision memberikan perangkat (Dekoder) yang telah mereka sediakan untuk seluruh mitra beserta pelanggannya. Namun, hal itu tidak didapat oleh masyarakat Sumenep yang berlangganan TV Kabel PT Sumekar Multivision.
Perbuatan mengambil dan meneruskan konten tayangan ke rumah-rumah melalui kabel untuk dikomersilkan tanpa izin pemilik lisensi termasuk kegiatan ilegal, dalam istilahnya disebut pembajakan atau Piracy (pencurian Konten).
Pelaku dapat diancam pidana sesuai yang tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) jo Pasal 48 ayat (1) UU RI No. 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No. 11 Th. 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga menegaskan TV Parabola dan TV Kabel berlangganan harus mendapatkan persetujuan hak siar dari pemilik materi siaran Lembaga Penyiaran Swasta (FTA) bila akan menayangkan materi siaran FTA.
Dikarenakan, Lembaga Penyiaran memiliki Hak Ekonomi yang disebutkan pada Pasal 25 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak Ekonomi Lembaga Penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi hak melaksanakan sendiri, memberikan izin, atau melarang pihak lain untuk melakukan penyiaran ulang.
Hukuman pidana pun dapat diberikan kepada TV Kabel pelaku pencurian terhadap karya siaran lembaga penyiaran juga diatur dalam Pasal 118 ayat 1 dan ayat 2 Undang Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.