SUMENEP – Keberadaan Kapal Motor Dharma Bahari Sumekar (KM DBS V), atau Kapal Tongkang Sumekar V yang tampak terparkir dibelakang Kantor Polisi Airud Kalianget, Kabupaten Sumenep, Madura, mulai dipertanyakan publik.
Kiranya, apa penyebab KM DBS V atau Kapal Tongkang Sumekar V ini tidak beroperasi? Usut punya usut, ternyata Kapal tersebut bukanlah milik PT Sumekar Line salah satu BUMD Kota Keris. Melainkan sudah menjadi kepunyaan eks Direksi perusahaan tersebut.
Hal ini terungkap ketika awak media yang tergabung di Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia (AWDI) Kabupaten Sumenep, pada Rabu 29 September 2021 silam, melakukan upaya konfirmasi langsung ke pihak Direksi PT Sumekar Line anyar.
“Itu miliknya direksi lama pak, bukan milik PT Sumekar statusnya masih milik direksi yang lama,” terang Direktur Operasional PT Sumekar Line, Imam Mulyadi, kepada awak media di ruang kerjanya.
Sembari meyakinkan awak media terkait status kepemilikan Kapal Tongkang Sumekar V ini, Imam Mulyadi selaku jajaran Direksi anyar menyebutkan bahwa, laporan pengadaan barang Kapal Tongkang yang dilakukan eks Direksi PT Sumekar Line itu di tolak pada RUPS.
“Terus laporannya, kan ketika itu RUPS (Rapat Umum Pemilik Saham, red) ditolak pengadaan kapal itu. Jadi gampangnya, sekarang itu kan ngabisin 1,8 miliar satu tongkang itu. Jadi tongkang itu miliknya direksi lama, direksi lama dianggap punya hutang 1,8 miliar, artinya pribadi,” tutur Imam Mulyadi.
Saat disinggung apakah hutang tersebut sudah dikembalikan? Imam Mulyadi lanjut mengatakan. “Belum, disitu tetap ada pengakuan hutang, ketika mau berhenti (eks direksi, red) itu ada pengakuan hutang, punya hutang senilai sekian ada pengakuannya, mengakui direksi itu,” katanya dengan nada tegas.
Berkaitan dengan pendanaan, lebih lanjut Imam Mulyadi menegaskan, pengadaan atau pembelian Kapal Tongkang Sumekar V tersebut adalah menggunakan anggaran dari Perusahaan Plat Merah Kota Keris.
“Betul, dia kan berhenti Juli 2020, terus ada rencana mau mengembalikan tongkang itu sebagai cicilan, mau di appraisal (nilai taksir atau penilaian harga, red) karena rencananya itu mau di appraisal,” ujar Imam Mulyadi.
Artinya, kata Imam Mulyadi, semua itu tergantung pada berapa nilai taksirnya, “semisal 500 juta, iya sudah balik lagi ke Sumekar mungkin, sisanya hutang tetap. Nanti berapa nilainya, kita belum tahu. Karena ada inisiatif dari direksi lama seperti itu kemauan direksi lama, kan punya hutang dia mau bayar pakek kapal itu,” tandasnya.
Perlu diingat anggaran pada PT Sumekar Line bersumber dari penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Sumenep. Lantas, kapan eks Direksi akan melunasi yang dianggap hutang kepada anggaran perusahaan?