Catatan : Hasan al-Hakiki
Pensiun, Dosa Lama, dan Gaya Baru Kecamatan Gayam
OKEDAILY.COM – Pada tahun 2022, kabar sejumlah pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kantor Kecamatan Gayam, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, bakal banyak yang purna tugas alias pensiun.
Tentunya, hal ini akan mejadi harapan baru bagi masyarakat Kecamatan Gayam agar tidak terulang lagi beban dosa lama yang kerap dipersoalkan oleh aktivis pemuda.
Tahun 2022 ini, sedikitnya ada sekitar 5 orang PNS pemerintahan Kecamatan Gayam yang akan menuju pensiun.
Mereka diantaranya adalah RB. Mohammad Mansur (Camat Gayam), Hedi Risman (Sekcam Gayam), Ikbal (Kasi Pemerintahan), Asmo Suka (Umum) dan Awi Subiyanto (Umum).
Diketahui, kasak-kasuk informasi di lapangan, RB Mohamad Mansur dan Ikbal dikabarkan jatuh tempo pensiunannya pada bulan Juni 2022.
Sedangkan Hedi Risman dan Asmo Suka akan purna jabatan sebagai abdi negara pada bulan Agustus 2022. Sementara yang terakhir, Awi Subianto dikabarkan bakal pensiun pada bulan Oktober 2022.
Mereka semua adalah masa pengisi jabatan di Kecamatan Gayam yang belakangan ini kerap menjadi perbincangan aktivis pemuda.
Terutama adalah Camat Gayam, Sekcam Gayam dan Kasi Pemerintahan Kecamatan Gayam.
Pandangan penulis dari hasil diskusi di warung kopi bersama aktivis pemuda Kepulauan Sapudi, menilai satu persatu dari 3 sosok yang dikenal dengan versi dan kelebihan masing-masing.
Pertama, RB Mohammad Mansur (Camat Gayam) dikenal dengan camat yang penuh kontroversi dan tidak sejalan dengan pemikiran pemuda Gayam.
Camat Gayam dianggap pensiun dengan menyisakan segudang janji untuk menyelesaikan persoalan di Kecamatan Gayam. Salah satu diantaranya adalah, janji menyelesaikan persoalan BBM, Janji akan memberikan pelayanan terbaik, bahkan terakhir janji tidak akan bolos ngantor.
Bagaimana tidak, selama Camat Gayam Mohammad Mansyur memimpin penerapan Pengawas dan Pengendalian (Wasdal) BBM di Gayam tidak berjalan maksimal bahkan semakin disayangkan.
Kemudian di bidang pelayanan, lantaran Camat Gayam sering berada di daratan alias di rumahnya, hal itu membuat pelayanan Kecamatan kurang baik.
Seperti pernah di alami oleh salah satu Masyarakat Gendang Timur saat hendak mengurus tanda tangan Camat Gayam terkait dengan pengurusan akte tanah.
Karena berhubung Camat Gayam berada di daratan sehingga mengakibatkan pengurusan berkas yang dianggap sakral itu harus tertunda.
Dan masih ada beberapa segudang persoalan lain yang masih menjadi buah bibir aktivis terkait Camat Gayam.
Kedua, Hedi Risman (Sekcam Gayam) sosok tokoh ini dikenal dengan orang yang sangat teoritis, dari saking teoritisnya membuat tokoh yang satu ini kerap kali berpolemik dengan internalnya sendiri.
Bahkan, pria domisili asli Gayam ini dianggap minim action sehingga kebijakannya terkadang hanya berkutat diantara kubangan ruang khayal.
Sempat menjadi perbincangan, terkait tanggung jawabnya di Kecamatan Gayam yang hampir sama sekali tak terlihat disentuh atau bahkan bisa dipertanyakan siapa sebenarnya yang mengerjakan?, Wallahu A’lam.
Bukan sesuatu yang mustahil jika sosok ini juga dibilang kontroversial di kalangan aktivis pemuda, lantara tak bisa menjadi wakil camat saat Camat Gayam tak lagi nongol ditempat alias meliburkan diri di rumahnya.
Berbeda dengan tokoh yang ketiga, Ikbal (Kasi Pemerintahan Kecamatan Gayam), tokoh ini dikenal sebagai orang yang multi fungsional di Kecamatan Gayam. Bagaimana tidak?.
Hampir semua tugas yang berkaitan dengan tupoksi person lainnya seperti surat menyurat, dan lain sebagainya kerap kali dihendel oleh Ikbal.
Sosok ini memang sangat bagus mengisi tupoksi yang dianggap lelet langsung ditangani oleh dirinya untuk mempercepat tanggung jawab tugas orang lain di Kecamatan Gayam.
Bahkan aktivis yang kerap berkumpul menganalisa jika kecamatan seolah olah aktif bukan karena Camatnya, tapi karena adanya sosok Ikbal ini.
Bagaiman mungkin, hampir semua tanggung jawab Camat selalu ditangani oleh dirinya bahkan sesuatu yang berkaitan langsung dengan masyarakat.
Namun, menjadi tidak elok juga bila eksekutor di Kecamatan Gayam hanya dianulir oleh satu orang yang terlihat aktif sehingga tanggung jawab PNS yang menjabat posisi strategis lainnya seperti tak terlihat.
Berbeda dengan Tokoh dua yang terakhir ini, yakni Asmo Suka dan Awi Subianto, mereka hanyalah pemeran umum yang hanya bergerak di bagian eksekusi ketika disuruh oleh atasannya. Penulis no komen pada sosok dua tokoh ini, yang jelas kinerjanya sudah sesuai dan instruksional.
Yah begitu sudah karakteristik masing-masing 5 tokoh itu jika menjadi pemimpin.
Beralih pada kondisi Pemerintahan Kecamatan Gayam, desas-desus beredar di lingkaran warung Kopi berharap dosa lama tak lagi muncul kembali pada kepemimpinan gaya baru berikutnya.
Seperti sebelumnya, informasi yang beredar pemerintahan Kecamatan Gayam diduga pecah menjadi beberapa kubu pemerintahan.
Bukan menjadi lazim ketika kecamatan ada 3 kubu yang saling bertolak belakang di dalamnya. Seperti kubu Ikbal, Kubu Camat Gayam, dan Kubu Sekcam Gayam.
Mereka sama-sama memiliki partner kerja yang dianggap sangat profesional di posisinya masing-masing. Namun hanya saja yah lagi-lagi sesuai dengan instruksi dari siapa yang menjadi pucuk atasannya.
Oleh karena itu, pada gaya kepemimpinan baru kelak, pengganti beberapa orang yang akan pensiun di Kecamatan Gayam, harus menjunjung tinggi asas kerja kolektif dan koligeal.
Sehingga tidak ada kata lagi kubu-kubu yang dipecahkan sendiri oleh oknum didalam instansi pemerintahan tersebut.
Kemudian, besar harapan pula agar Bupati Sumenep lebih mempertimbangkan posisi yang mengisi Camat Gayam agar memilih pribumi saja. Hal itu agar tidak ada alasan lagi mudik dan tidak ngantor sehingga masyarakat Gayam bingung pada saat membutuhkannya.
Gaya baru kepemimpinan Kecamatan Gayam adalah solusi yang harus difikirkan bersama, suara masyarakat adalah aspirasi yang patut dipertimbangkan. Sebab Kecamatan yang menaungi 10 desa ini, sama-sama memiliki mimpi untuk dipimpin orang yang memiliki tanggung jawab besar terhadap jabatannya.
Lakukanlah kebajikan sebagai pemimpin sesuai dengan tindakannya, bukan hanya dengan kata-kata, semua orang terkadang hanya bisa berbicara namun enggan untuk berbuat.
Pemimpin dituntut untuk bagaimana tidak bermalas-malasan mengayomi dan bahkan harus siap dengan segala tantangan yang dihadapi, bukan hanya untuk mencapai kekuasaan tertinggi.
Sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Khaldun, tokoh filusuf muslim yakni “Negara mendekati kehancuran manakala pemusatan kekuasaan telah tercapai, kemewahan dan kemalasan merata”.
Maka dari itu untuk mencapai kepemimpinan di Kecamatan Gayam yang kompatibel harus dihadirkan orang-orang yang semangat menyongsong pembangunan, bukan hanya untuk numpang tenar dan mencari nama agar mendapatkan reward terbaik, dan mendadak rajin ketika ada Bupati Sumenep turun.
Ah begitulah di Kepulauan, ngopi dulu Gaes…..