Sumenep – Lauw Pia Ngo, nama yang bagi sebagian besar masyarakat Kota Keris mungkin terdengar asing. Tapi ketika menyebut Masjid Jami’ dan Keraton Sumenep, rasanya sulit mencari yang tidak tahu.
Padahal, nama Lauw Pia Ngo disebut sebagai perancang yang dititah Adipati Sumenep untuk mendesain bangunan dan ragam hiasnya Masjid Jami’ dan Keraton Sumenep. Kedua bangunan yang memiliki corak arsitektur perpaduan Islam-Cina yang khas.
Keberadaan makam Lauw Pia Ngo yang konon datang ke Sumenep pada tahun 1740 pasca peristiwa ‘Chineesche Moord’ pembuhunan orang-orang Cina di Batavia, selalu menemui perdebatan.
Apakah berada di Sumenep, tempat dia meninggalkan warisan rancangannya yang kini menjadi ikon dari Kota Keris. Atau, Lauw Pia Ngo hijrah ke kota lain sebelum dirinya meninggal dunia.
Dikutip dari timesindonesia.com, Budayawan Sumenep Ibnu Hajar menuturkan, pada tahun 2019 lalu, ia bersama kawannya, Agni Malagina, pernah melacak jejak peristirahatan terakhir sang arsitek Masjid Jami’ itu.
“Dari sekian banyak kuburan China di Sumenep, yang ada di Dungkek, Lenteng, dan lainnya, yang diyakini kuburan Lauw Pia Ngo adalah kuburan yang ada di pemakaman China Desa Pangaranagan, Kecamatan Kota,” terang Ibnu, Jum’at (18/9/2020).
Keyakinan itu muncul setelah ia dan kawannya menelusuri kuburan China se-Sumenep. Pada kawasan kuburan China di Pangarangan itulah ia menemukan satu kuburan bertuliskan China dan tahun peninggalannya yang masih semasa dengan pembangunan Masjid Jami’.
“Pada batu Nisan yang bertuliskan China itu, disitu tertera bahwa Lauw meninggal pada tahun 1785. Nah, pembangunan Masjid Jami’ dirancang pada tahun 1779 dan baru selesai 1787,” kata Ibnu, sambil menunjuk pada kuburan China bercat putih yang ada di depannya.
Bukti kongkrit lainnya, kata Ibnu, pada tulisan China yang tertera di batu Nisan tersebut orang yang meninggal bernama Liu Yu San, dalam bahasa Hokkian disebut Lauw Giok San. Dugaan ini diperkuat lagi dengan pernyataan juru kunci makam bahwa kuburan tersebut memang sang arsitek Masjid Jami’ yang berdiri megah di tengah Kota Sumenep.
Penelusuran Ibnu Hajar, yang juga senior di dunia jurnalistik akhirnya terbayarkan, saat bertemu dengan keturunan Lauw Pia Ngo yang datang mengunjungi makam leluhurnya tersebut.
Adalah Dr. (C). Ahmad Faidlal Rahman, SE.Par.,M.Sc., Tenaga Ahli (TA) Bupati Sumenep Bidang Pariwisata yang pertama kali memberikan informasi hal tersebut di WhatsApp group (WAG) Forum Pariwisata Sumenep.
“Alhamdulillah akhirnya setelah melalui proses yang panjang sekaligus berdasarkan keyakinan keluarga, makam Lauw Pia Ngo (Sang arsitek Masjid Jami’ dan Keraton) ditemukan,” ketiknya, Sabtu (15/01).
Ibnu Hajar yang juga berada di WAG Forum Pariwisata menimpali, “Itu tadi saya ngantar keturunan ke-6 Lauw Pia Ngo dari jakarta. Sudah hampir 4 tahun saya berteriak tentang ini (Makam Lauw Piango, red),” jawabnya.
“Mohon dukungannya Ini foto tadi siang. Sangat memprihatinkan. Tolong yth Tenaga Ahli Bupati bapak Faid. Video ini kirimkan ke kadis dan bupati,” sambungnya sambil mengirim dokumentasi saat dirinya bersama keturunan Lauw Pia Ngo di makan sang konseptor Masjid Jami’ dan Keraton Sumenep.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Ibnu Hajar menyampaikan bahwa, keturunan ke-6 Lauw Pia Ngo menghubungi dirinya melalui telepon setelah diberikan informasi oleh Ahmad Faidlal Rahman.
Ditanyakan tentang apa yang dirasakan bisa bertemu langsung dengan keturunan Lauw Pia Ngo, Ibnu Hajar menjawab, dirinya merasa malu. Dikarenakan kondisi Makam Lauw Pia Ngo yang tidak terawat.
“Ya malu pokoknya, saya tadi sampai meminta tolong dan mengupah orang untuk membantu membersihkan makam Lauw Pia Ngo,” ungkapnya kecewa.
Keluarga dari garis keturunan ke-6 Lauw Pia Ngo, kata Ibnu Hajar, tampak berkaca-kaca matanya saat melihat tempat pembaringan terakhir Lauw Piango tak terurus. “Jelas kecewa, terlihat matanya berkaca-kaca,” ujar Ibnu Hajar.
Seyogyanya Pemkab Sumenep dapat memberikan perhatian dan melestarikan makam Lauw Pia Ngo, yang telah mewariskan hasil karya serta cita rasa seni tinggi pada masanya dalam bentuk Masjid Jami’ dan Keraton Sumenep.