SUMENEP – Dua Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, yakni PT Sumekar Line dan PT Wira Usaha Sumekar atau yang lebih dikenal dengan nama PT WUS, diyakini menyimpan beberapa persoalan masa lalu yang masih belum terselesaikan.
Buah permasalahan masa lalu dari PT Sumekar Line dan PT WUS nyaris serupa meski tak sama. Persamaan dari kedua BUMD Sumenep itu terlihat dari penyelewengan keuangan, yang sama-sama dilakukan oleh jajaran direksi.
Sedangkan yang menjadikan problem masa lalu PT Sumekar Line tidak sama dengan PT WUS adalah, masih belum adanya mantan direksi BUMD Sumenep di bidang transportasi laut itu, yang merasakan dinginnya jeruji besi.
Seperti diketahui, PT WUS BUMD Sumenep dengan fokus bidang usaha migas sudah pernah memakan korban. Ketika mantan direktur utamanya Sitrul Arsyih Musa’ie terbukti menggelapkan dana Participating Interest, berakhir menjadi pesakitan pada tahun 2018 silam.
“Tersangka Sitrul mengaku bersalah telah menggunakan uang untuk kepentingan pribadi saat menjabat Direktur PT WUS tahun 2011-2015. Uang itu bagian dari uang Participasing Interest (PI) 10% yang diterima dari PSC Santos Blok Madura Offshore,” kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jatim Didik Farkhan, kala itu (27/12/2017).
Meskipun tak sedikit masyarakat Sumenep yang percaya dan berspekulasi, jika selain Sitrul Arsyih Musa’ie dan Taufadi, yang merupakan Kepala Divisi Keuangan dan Administrasi PT WUS saat itu. Masih ada pihak-pihak yang semestinya ikut bertanggung jawab, tetapi tak tersentuh hukum pada kasus tersebut.
Sementara pada PT Sumekar Line, mantan direksinya terindikasi melakukan pelanggaran dalam penggunaan uang perusahaan yang digunakan untuk membeli sebuah kapal yang dinamai Kapal Motor Dharma Bahari Sumekar V (KM DBS V).
Imam Mulyadi, Direktur Operasional PT Sumekar Line saat ini menyebutkan bahwa, laporan pengadaan barang eks direksi pada Kapal Tongkang Sumekar V yang diberi nama KM DBS V, di tolak pada Rapat Unum Pemegang Saham (RUPS), alias tidak disetujui karena tanpa perencanaan dan pembahasan terlebih dahulu.
“Terus laporannya, kan ketika itu RUPS (Rapat Umum Pemilik Saham, red) ditolak pengadaan kapal itu. Jadi gampangnya, sekarang itu kan ngabisin 1,8 miliar satu tongkang itu. Jadi tongkang itu miliknya direksi lama, direksi lama dianggap punya hutang 1,8 miliar, artinya pribadi,” tutur Imam Mulyadi.
Saat disinggung apakah hutang tersebut sudah dikembalikan, Imam Mulyadi menjelaskan. “Belum, disitu tetap ada pengakuan hutang, ketika mau berhenti (eks direksi, red) itu ada pengakuan hutang, punya hutang senilai sekian ada pengakuannya, mengakui direksi itu,” tegasnya.
Dalam salah satu WhatsApp Group (WAG) Advokasi Pembangunan dan Kebijakan Publik (ADV PKP) Sumenep, H. Safiudin, bahkan berani berkomentar bahwasanya persoalan BUMD Sumenep PT Sumekar Line, telah masuk pelaporan di Polres. Namun belum ada perkembangan hingga saat ini.
“Ibu humas kapan hari berjanji mau ngecek kasus tersebut. Colek ibu @Bu Widi Kabag Humas Polres,” komen H. Safiudin, di WAG ADV PKP Sumenep, Minggu (30/1) siang.
Kemudian H. Piu panggilan karib H. Safiudin mengatakan, ada sekitar 10-an saksi sudah pernah diperiksa, termasuk direksi lama dan bendahara.
“Kalau tidak salah komisaris juga manajer operasional kayaknya juga dipanggil. Saya punya panggilan dan LP (Laporan Polisi, red) waktu itu,” kata H. Piu.
Menindaklanjuti pernyataan H. Piu, Okedailycom pun lantas menghubungi yang bersangkutan. Tetapi, sepertinya ia enggan untuk memberikan tanda bukti LP tersebut. “Ya coba nanti saya cari dulu,” jawabnya singkat melalui panggilan WhatsApp, Minggu (30/1).
Widiarti Kabag Humas Polres Sumenep yang juga dihubungi guna konfirmasi terkait LP terhadap Eks Direksi PT Sumekar Line, belum merespon panggilan maupun chat WhatsApp. Tentunya awak media akan berupaya dengan bertandang ke Polres Sumenep, saat hari kerja esok hari.
Sebelumnya, disaat berita ini ditulis, sempat ada telepon masuk ke nomor awak media dari salah satu direksi lama PT Sumekar Line yang tidak terangkat. Ketika ditelepon balik beberapa saat kemudian, yang bersangkutan tidak menjawab.
Penggunaan anggaran BUMD Sumenep yang bersumber dari penyertaan modal Pemkab, pastinya tidak bisa sekehendak hati. Tentunya lucu dan konyol, apabila terjadi demikian lantas dianggap sebagai hutang pribadi mantan direksi.
Petunjuk yang terang benderang adanya indikasi penyalahgunaan anggaran di BUMD Sumenep, berpulang kepada aparat penegak hukum. Apakah serius, ingin mendudukkan pihak-pihak terlibat penyelewengan keuangan perusahaan plat merah Kota Keris ke ‘kursi empuk’ persidangan, atau tidak?