SUMENEP – Larangan menjual sapi antar daerah yang dinilai tidak ada sosialisasi kepada masyarakat Pulau Sapudi, membuat loyalis Fauzi-Eva Kecamatan Gayam marah.
Pasalnya, banyak para pedagang yang menanggung rugi jutaan rupiah setelah ada pelarangan membawa sapi hasil bisnis dagangnya di Pulau Sapudi menuju daerah lain.
Kendati begitu, loyalis Fauzi-Eva terus berteriak menyuarakan kepentingan masyarakat lantaran sudah sekitar dua minggu lamanya, para pedagang mengeluarkan biaya untuk mengurus sapi hasil pembelian lantaran sudah terlanjur membelinya.
Loyalis Fauzi-Eva Kecamatan Gayam, Ali Satta, menyampaikan pemerintahan pihak Kecamatan Gayam, harusnya berfikir lebih awal ketika ada instruksi larangan mengirim sapi antar daerah.
Menurut Ali Satta, sejauh ini pemerintah Kecamatan Gayam tidak pernah melakukan sosialisasi pada masyarakat secara terbuka jika ada surat edaran terkait dengan larangan tersebut.
“Kalau memang ada larangan harus ada pengumuman dan sosialisasi, masyarakat yang ada di Sapudi biar tidak menjual sapinya ke Pasar, kasihan masyarakat” ujarnya, Jumat (13/05/2022).
Lebih lanjut, Ali Satta menjelaskan disaat ada pelarangan tersebut harusnya pemerintah memikirkan jaminan masyarakat. Sebab menurutnya jangan sampai pemerintah hanya bisa melarang namun tidak bisa memberikan solusi pada masyarakat yang sudah terlanjur mengeluarkan modal banyak untuk membeli Sapi tersebut.
“Kalau sudah begini kondisinya bagaimana jaminan pemerintah, terus bagi masyarakat yang punya hutang bagaimana, sapa yang mau nanggung,” tegas Satta.
Selain dari pada itu, Satta meminta agar pemerintah itu tidak hanya memikirkan penyakit sapi yang saat ini viral. Namun juga harus memikirkan urusan perut masyarakat yang mayoritas besar di Pulau Sapudi makan dari hasil ternak.
“Kalau memang ada penyakit Sapi putih di Jawa, apa mungkin menular ke Sapi Sapudi yang kondisinya sehat-sehat saja, padahal Sapi Sapudi itu tidak akan dikirim balik lagi,” sergahnya.
Satta menjelaskan, sudah sekitar dua Minggu masyarakat yang terlanjur membeli sapi dan tidak bisa berkutik lantaran tiba-tiba larangan yang sebelumnya tidak disosialisasikan.
Sehingga kata dia, permodalannya bertambah hanya untuk mengurus dan membeli pakan sapi yang tidak bisa dikirim ke luar daerah tersebut.
“Sudah ada sekitar puluhan pedagang yang datang kepada saya untuk meminta suaranya disampaikan pada pemerintah, mereka mengaku menanggung rugi besar,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Pihak Karantina Pertanian dan Peternakan di Kecamatan Gayam, Syaifuddin menyampaikan bahwa larangan pengiriman sapi tersebut mengacu pada Surat Edaran Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 12950/KR.120/K/05/2022.
Surat edaran tersebut mengatur tentang peningkatan kewaspadaan terhadap kejadian Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada sapi.
Atas surat edaran tersebut, Syaifuddin mengaku pihak karantina tidak berani memberikan ijin untuk pengiriman antar daerah karena adanya wabah nasional PMK itu.
“Jadi memang secara nasional ditutup peredaran sapi antar daerah, karena ditakutkan penyakit tersebut menyebar luas,” katanya.
Lebih lanjut, Pria yang akrab disapa Seb itu menjelaskan bahwa regulasi tersebut hanya berlaku antar daerah, namun untuk pengiriman daerah lokal Kabupaten Sumenep, dirinya mengaku masih diperbolehkan.
“Secara lokal Sumenep tetap bisa, untuk ke Pulau Jawa tidak berani, karena takut ada permasalahan di sana,” tukasnya.
Sejauh ini peraturan tersebut masih berlaku dan bakal dicabut sampai ada surat edaran terbaru yang menyatakan wabah PMK sudah selesai dan steril.
Lantas, pada saat disinggung kenapa pihak terkait membiarkan tidak ada bentuk sosialisasi pada masyarakat jauh sebelum para pedagang membeli sapi?. Koordinator pertanian Kecamatan Gayam justru tidak memberikan tanggapan. Bahkan dirinya mengalihkan pembicaraan pada pembahasan lainnya.
Diketahui, sebelumnya pada tanggal 11 Mei 2022, sejumlah puluhan pedagang sapi Pulau Sapudi melakukan demonstrasi ke Kantor Kecamatan Gayam.
Kedatangan mereka meminta kejelasan terkait dengan regulasi dan kebijakan adanya larangan penjualan sapi yang dinilai tidak ada pemberitahuan, namun secara tiba-tiba tidak bisa menjual antar daerah.
Berdasarkan surat edaran pemerintah, penyakit PMK sudah menyerang 1.247 ekor ternak sapi di Jawa Timur. Penyakit tersebut menyebar di beberapa wilayah diantaranya, Gersik, Lamongan, Sidoarjo dan Mojokerto.