Jakarta – Banyaknya laporan masyarakat terkait Bantuan Sosial (Bansos) yang masuk ke Ombudsman RI berujung pada pemberian saran tindakan korektif yang wajib dijalankan oleh Kementerian Sosial.
Dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terdapat empat fokus utama pengawasan Bansos, yakni ketepatan data sasaran penerima bantuan sosial, pemerataan keberadaan mitra penyalur Bansos, mekanisme penyaluran Bansos, dan kemudahan akses informasi publik terkait standar pelayanan Bansos serta mekanisme pengelolaan pengaduan.
Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais menyebutkan, sejak Juni 2020 sampai Oktober 2021, Ombudsman RI telah menerima laporan pengaduan masyarakat sebanyak 275 dan 691 permintaan konsultasi non-laporan dari masyarakat pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial.
“Dilatarbelakangi berbagai hal di atas, sebagai bentuk pengawasan pelayanan publik, Ombudsman RI melakukan giat investigasi atas prakarsa sendiri terhadap penyaluran Bansos. Khususnya di masa Pandemi COVID19,” ujarnya, Minggu (26/12) di Jakarta.
Terkait ketepatan data sasaran Indraza mengatakan, kendati telah dilakukan pemutakhiran data Ombudsman RI masih menemukan bahwa data penerima sasaran dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) belum sepenuhnya valid.
Ia menambahkan, “Sebagai contoh, masih ditemukan penerima manfaat bantuan sosial yang telah meninggal dunia dan warga yang pindah domisili namun masih tercatat,” Tutur Indraza.
Permasalahan lain yang diperoleh, kata Indraza, keberadaan mitra penyalur Bansos tidak merata di sejumlah desa. Ombudsman RI menyayangkan belum adanya solusi yang tepat terhadap kendala penyaluran bantuan sosial ke wilayah terluar, terpencil dan tertinggal (3T).
Alur pendaftaran yang rumit dan cenderung berlarut, keterbatasan anggaran dan kompetensi SDM pelaksana yang dinilai tidak memadai serta minimnya akses dan informasi terkait jenis dan mekanisme bantuan sosial yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Kemudian, lanjut Indraza, “Ombudsman RI juga menemukan bahwa unit pengelolaan pengaduan, baik yang konvensional maupun yang telah menggunakan sistem teknologi informasi pun dinilai tidak optimal. Bahkan banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaannya,” jelasnya.
Dirinya meyakini bahwa pemerintah telah berupaya maksimal dalam penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat, baik dari segi penganggaran, perencanaan, penentuan data sasaran, pelaksanaan sampai pada pengawasan. Namun, tak dapat dipungkiri permasalahan penyaluran kerap terjadi bahkan berulang.
Terhadap penyaluran Bansos Kementerian Sosial tersebut, Ombudsman RI melakukan pengawasan sepanjang bulan Juli s.d. September 2021 yang melibatkan Kantor Perwakilan Ombudsman di 34 Provinsi.
Permintaan keterangan dari instansi terkait, wawancara dengan berbagai pihak, penelaahan dokumen serta survey kepada masyarakat pemerlu bantuan juga dilakukan oleh Ombudsman.
Indraza menambahkan, dalam dokumen LAHP yang telah diserahkan kepada Inspektur Jenderal Kementerian Sosial, Dadan Iskandar pada 23 Desember 2021 tersebut, juga terdapat sejumlah saran tindakan korektif yang perlu dilakukan oleh Kementerian Sosial sebagai Terlapor.
Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari bagi Kemensos untuk menindaklanjuti LAHP Ombudsman tersebut dan agar Kemensos melaporkan perkembangannya secara tertulis kepada Ombudsman.
Sementara Inspektur Jenderal Kementerian Sosial, Dadang Iskandar usai menerima LAHP di Kantor Ombudsman RI menerangkan bahwa, Kementerian Sosial tengah melakukan pengawasan dan berupaya menyelesaikan berbagai permasalahan terkait penyaluran Bansos.
Contohnya, dengan memberikan bantuan secara tunai untuk jenis BPNT dan berbagai upaya perbaikan lainnya.
“Temuan Ombudsman RI ini akan menjadi koreksi dan perbaikan bagi Kementerian Sosial dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik khususnya bagi keluarga penerima manfaat,” janji Dadang.
Pihaknya juga mengatakan akan menindaklanjuti LAHP ini sesuai dengan batas waktu yang ditentukan Ombudsman RI dan siap berkoordinasi untuk melaksanakan tindakan korektif.