SUMENEP – Hampir setiap usaha di bidang pertambangan adakalanya menimbulkan permasalahan. Seperti halnya pertambangan Galian C di Kota Keris yang tidak saja merupakan masalah izin tambangnya, akan tetapi juga menyangkut mengenai masalah lingkungan hidup.
Dalam pengurusan izin pertambangan, berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batubara, secara tidak langsung nampaknya bisa mengamputasi kewenangan Pemerintah Daerah.
Pasalnya, pasca Undang-undang ini diundangkan, Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sumenep, nampaknya tidak bisa berbuat apa-apa terkait persoalan penambangan Galian C di Bumi Arya Wiraraja.
Zamrud Khan, S.H., Praktisi Hukum yang juga Direktur Kontra’s mengatakan bahwa, setiap proses pertambangan apabila mengacu pada Undang-undang tersebut, memang betul perizinan itu tidak lagi ada di Daerah, baik di Kabupaten/Kota ataupun Provinsi.
Tetapi, menurut Zamrud Khan, yang perlu menjadi catatan hal tersebut, bukan berarti menghilangkan peran Pemerintah Daerah dalam menjaga lingkungannya. Karena yang tahu persis tentang lingkungan dan Daerah itu adalah Pemerintah Daerah setempat.
“Misalnya di tingkat level Kabupaten, maka Kabupaten itu lebih mengetahui di banding Pemerintah Pusat,” Ujarnya saat ngobrol pintar bareng okedailycom di Kaffetalis, Kamis (17/2) malam.
Adapun soal legal administrasi, lanjut Zamrud Khan mengatakan, yang dikeluarkan oleh pusat itu memang berdasarkan Undang-undang. Apalagi dengan munculnya Omnibus Law (Undang-undang Cipta Kerja, red) ini memang berbenturan, walaupun itu dianggap masalah oleh Putusan Mahkamah Konstitusi.
“Nah oleh karena itu, wilayah izin usaha pertambangan atau disebut IUP semestinya harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah. Artinya bukan berarti Pemerintah Daerah tidak bisa mengantongi atau mengetahui, apakah yang melakukan pertambangan memiliki izin atau tidak,” Katanya.
Kenapa dikatakan demikian, menurutnya, karena sekarang sudah bisa online. Jadi kalau itu menyangkut sebuah PT atau CV yang melakukan proses pertambangan, Pemerintah Daerah bisa mengecek terkait perizinannya.
“Baik itu Galian C, mineral fosfat ataupun lain sebagainya, maka Pemerintah Daerah juga bisa dari sisi Undang-undang Lingkungan Hidupnya,” Saran Zamrud Khan.
Dampak Pertambangan Galian C Terhadap Pemukiman
Pada umumnya proses pembukaan lahan tambang dimulai dengan pembuatan jalan masuk, pembersihan lahan (land clearing, red) yaitu, menyingkirkan dan menghilangkan penutup lahan berupa vegetasi, tumbuhan perdu dan pohon-pohon di areal itu.
Kemudian dilanjutkan dengan penggalian dan pengupasan tanah bagian atas (top soil, red) atau dikenal sebagai tanah pucuk. Setelah itu dilanjutkan kemudian dengan pengupasan batuan penutup (overburden, red), tergantung pada kedalaman bahan tambang berada.
Proses tersebut secara nyata akan merubah bentuk topografi dari suatu lahan, baik dari lahan yg berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam pada permukaan lahan khususnya terjadi pada jenis surface mining. Dari setiap tahapan kegiatan berpotensi menimbulkan kerusakan lahan.
Kerusakan lahan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenis pertambangan, tergantung pada metode dan teknologi yang digunakan, juga adanya penambangan tanpa izin (PETI) secara liar.
Selain itu, kegiatan penambangan dapat pula menimbulkan dampak sosial dan ekonomi masyarakat yang nantinya memberikan pengaruh yang cukup besar, sehingga mengesampingkan dampak terhadap pembanguan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Dikatakan oleh Zamrud Khan, kalau itu berdampak terhadap pemukiman atau masyarakat sekitarnya, maka bisa saja Pemerintah Daerah melalui proses penegakan hukum untuk menghentikan, apabila itu mengakibatkan dampak negatif.
“Nah artinya apa? Artinya Undang-undang yang disebutkan tadi itu, bukan berarti menghilangkan peran Pemerintah Daerah,” Tukasnya.
Bisa anda bayangkan apabila Pemerintah Daerah tidak memiliki peran. Karena apa? tanya Zamrud Khan, setiap zona ekslusif wilayah itu yang mengetahui persis terkait masalah daerahnya adalah Pemerintah Daerah bukan Pemerintah Pusat.
“Nah itulah yang saya katakan tadi, yang disebut dengan usaha pertambangan (IUP, red) dan lain sebagainya itu, Pemerintah Daerah sudah harus mengetahui apalagi dengan sistem online,” Ketusnya.
Masih menurut Zamrud Khan, kalau memang Pemerintah Daerah mau serius, seharusnya dilakukan sebuah proses investigasi dengan melibatkan para penegak hukum. Misalnya penegak Perda seperti Satpol PP dan penegak hukumnya seperti Kepolisian.
Tentu akan terlihat, tambah Zamrud Khan, apakah di lokasi itu ada alat-alat berat? Kalau ada melibatkan alat berat, bisa ditanya siapa yang mendatangkan, siapa yang membiayai, siapa yang membayar? maka akan ketemu siapa pelaku-pelaku pertambangan yang manakala itu dianggap tidak berizin.
“Nah itulah yang saya katakan Pemerintah Daerah itu harusnya juga proaktif, apalagi misalnya berdampak negatif kepada masyarakat sekitar, banjir dan lain sebagainya. Sekali lagi, Pemerintah Daerah ini tidak boleh mengesampingkan kepentingan masyarakat, harus di kedepankan,” Tegasnya.
Tidak hanya sebatas himbauan, imbuh Zamrud Khan, maka Perda juga punya hak terhadap wilayahnya, bukan hanya pusat. Baginya, pusat itu hanya di legal administratif atau menerbitkan izin, tetapi eksekusi tidak mungkin dari pusat adalah dari Daerah.
“Dampaknya itu kan kepada daerah bukan kepada pusat walaupun pertambangan itu ada income kepada Negara, ada pajak misalnya. Tetapi jangan hanya para pelaku kecil saja yang dilarang dan diproses, pelaku-pelaku pertambangan yang besar seharusnya juga sama ratanya,” imbuhnya.
Ketika berbicara hukum semua sama “karena hukum itu equal sama dihadapan hukum, kalau memang mau menegakkan sebuah proses hukum. Ibarat hukum pidana itu yang disebut Fiat Justitia et Pereat Mundus, tegakkan hukum walau langit itu akan runtuh,” pungkasnya.