OKEDAILY, JAKARTA – Dewan Pers, pada Rabu (27/2) kemarin, mengeluarkan siaran pers nomor 07/SP/DP/II/2023 berkaitan dengan maraknya pemberitaan tentang tidak perlu melakukan pendaftaran perusahaan pers ke Dewan Pers.
Sejumlah media beranggapan, tidak perlu lagi adanya verifikasi perusahaan media atau pers oleh Dewan Pers. Sehubungan dengan itu, Dewan Pers pun melakukan klarifikasi. Setidaknya, terdapat lima poin sikap sesuai dengan rilis yang dikeluarkan.
Pertama, Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang saat itu lahir di era reformasi tidak mengenal pendaftaran bagi perusahaan pers. Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga manapun, termasuk ke Dewan Pers.
Setiap perusahaan pers, sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, secara legal formal berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik, dapat disebut sebagai perusahaan pers, sekalipun belum terdata di Dewan Pers.
Kedua, sesuai pasal 15 ayat (2) huruf (g) Undang-undang Pers, tugas Dewan Pers antara lain mendata perusahaan pers. Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran, dan keduanya sangatlah berbeda.
Pelaksanaan tugas mendata perusahaan pers, sebagaimana pelaksanaan tugas-tugas lainnya yang dimandatkan oleh Undang-undang Pers, ditujukan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Ketiga, pendataan perusahaan pers merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi (didata) oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada.
Ketentuan tentang pendataan perusahaan pers ini, tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/PeraturanDP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers. Dewan Pers tidak dapat memaksa perusahaan pers untuk didata atau ikut verifikasi media.
Keempat, pendataan perusahaan pers bertujuan untuk mewujudkan perusahan pers yang kredibel dan profesional, mewujudkan perusahaan pers yang sehat, mandiri dan independen mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers, dan menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatif dan kualitatif.
Kelima, pendataan perusahaan pers dilakukan untuk memastikan, bahwa perusahaan pers sungguh-sungguh menjalankan kewajibannya sebagai salah satu unsur yang menopang tegaknya kemerdekaan pers.
Perusahaan pers yang tidak bekerja secara profesional, antara lain ditandai dengan tidak memenuhi kewajiban untuk kesejahteraan wartawan, tidak memberikan penghasilan yang layak, atau malah memerintahkan wartawan mencari tambahan penghasilan/iklan.
Hal ini pada akhirnya akan membuat wartawan tidak dapat menjalankan tugas dengan profesional, karena penghasilan wartawan tergantung kepada seberapa besar ia meraih iklan atau tambahan penghasilan. Situasi ini tentu tidak mendukung wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.
Sementara terkait sikap Dewan Pers itu, Ketua Wartawan Kompetensi Indonesia (Wakomindo), Dedik Sugianto saat dimintai pandangannya mengatakan, bahwa apa yang disampaikan Dewan Pers tersebut merupakan kabar yang baik.
“Apapun dasar Dewan Pers, menjelaskan perbedaan pendaftaran ataupun pendataan itu bukan suatu masalah, yang penting adalah poinnya yakni tidak ada keharusan pendataan Media ke Dewan Pers,” terangnya, Selasa (28/2).
Selain itu, sambung Dedik, selama ini media yang tidak terverifikasi ataupun terdata di Dewan Pers, tidak sedikit dijadikan senjata oleh oknum yang jelas melanggar hukum untuk menyerang sesama media, apabila memberitakan suatu perkara atau kasus.
“Banyak pendapat kalau media tidak terverifikasi ataupun terdata di Dewan Pers, tulisan wartawan yang dimuat di medianya dianggap bukan karya tulis jurnalistik, pendapat itu sekarang sudah terbantahkan dengan statement Dewan Pers,” kata Dedik, yang juga menjabat Ketua Umum Organsiasi Pers SWI (Sindikat Wartawan Indonesia).
Dedik juga menilai, Dewan Pers sudah mulai berjalan sesuai tupoksinya dengan berani membuat statement, bahwa tidak ada keharusan perusahaan pers terverifikasi ataupun terdaftar ke lembaga independen yang lahir pada tahun 1966 melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers itu.
“Dewan Pers, diatur di pasal 15 Undang-undang Pers. Selama ini kita kritik keras terkait kebijakan-kebijakan yang dirasa tidak sejalan, sebagaimana termaktub dalam pasal tesebut. Tapi untuk statement kali ini terkait tidak ada keharusan media ikut pendataan, kita apresiasi,” ujar Dedik, wartawan yang telah mengantongi sertifikat kompetensi dari BNSP sebagai asesor (Penguji Wartawan) di LSP Pers Indonesia. (*)