SUMENEP – Sejarah akan mencatat, pada Senin, 6 Desember 2021 silam, Bupati Sumenep Achmad Fauzi, S.H., M.H. telah melantik anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) Periode 2021-2026, yang tiada henti menuai kritik.
Polemik terkait rekrutmen DPKS ini, sangatlah menarik sehingga menjadi sorotan publik. Dimana laporan hasil rapat kerja komisi IV DPRD Kabupaten Sumenep bersama, eksekutif dan panitia seleksi, dilecehkan oleh pimpinannya yakni, Abdul Hamid Ali Munir, S.H.
Sehubungan dengan polemik tak berkesudahan tersebut, kali ini mendapat tamparan perih dari praktisi hukum, Syafrawi, S.H., selaku Dewan Penasehat LBH SAKERA Sumenep. Pasalnya, rekomendasi Ketua DPRD Sumenep dinilainya telah membunuh hak demokrasi rakyat Kota Keris melalui Komisi IV.
Dalam kajiannya, rekrutmen DPKS itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Karena butuhnya Peraturan Bupati (Perbup) Sumenep sebagaimana amanah Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumenep Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya Pasal 169 ayat (7).
Yang kedua, sambung Syafrawi, adalah temuan komisi IV terkait adanya salah satu anggota DPKS yang masih aktif menjadi anggota partai politik. Sehingga demikian dirinya berpandangan, bahwa proses rekrutmen tersebut cacat secara hukum.
“Kenapa demikian, karena keberadaan DPKS tersebut tidak punya legitimasi secara hukum, apalagi salah satu anggotanya masih aktif menjadi salah satu anggota partai politik.” tegas Syafrawi, kepada media ini, Minggu (6/3).
Berdasar pada temuan itu, kata Syafrawi, maka sudah tepat Komisi IV merekomendasikan agar DPKS dibatalkan dan dilakukan seleksi ulang. Sebab tidak adanya payung hukum yang mendasari seleksi ataupun rekrutmen itu.
“Namun hal yang menarik justru surat rekomendasi yang ditanda tangani oleh Ketua DPRD Kabupaten Sumenep (Abdul Hamid Ali Munir, S.H.) kepada Bupati Sumenep, tidak sesuai dengan hasil rapat komisi IV,” ujarnya.
Hal itulah yang memantik Ketua DPC PERADI RBA Madura Raya ini bertanya-tanya, atas dasar apa Ketua DPRD Kabupaten Sumenep mengeluarkan rekomendasi melenceng dari hasil keputusan kerja komisi IV?
“Padahal ini satu lembaga, dimana komisi IV merupakan alat kelengkapan (DPRD, red) yang seharusnya menjadi dasar dikeluarkannya surat rekomendasi oleh Ketua DPRD terkait DPKS itu,” tukasnya, sambil geleng kepala tak habis pikir melihat akrobat Parlemen Kota Keris.
Oleh karena itu, imbuh Syafrawi, maka tidak salah Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumenep memanggil Ketua DPRD Sumenep untuk diklarifikasi, karena tidak menutup kemungkinan telah melanggar kode etik sebagai wakil rakyat.
“Karena proses rekrutmen DPKS secara hukum cacat, maka otomatis anggaran yang melekat pada lembaga (DPKS, red) itu harus dipending,” pungkasnya.