Jakarta,– Beleid Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah alias RUU HKPD baru saja disahkan dalam pembicaraan tingkat I antara Komisi Keuangan DPR dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi Keuangan DPR menyepakati RUU HKPD dalam pembicaraan tingkat I. Selanjutnya, RUU ini akan dibawa ke pembicaraan tingkat II di level paripurna untuk disetujui menjadi UU.
“Apakah dapat diterima? setuju?,” tanya Ketua Komisi Keuangan DPR Dito Ganinduto mengenai RUU HKPD dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, (23/11).
Peserta rapat pun menjawab setuju. Dito pun mengetuk palu tanda RUU ini resmi disepakati di tingkat komisi. Lalu, Dito dan Sri Mulyani pun menandatangani naskah RUU HKPD tersebut.
RUU HKPD merupakan satu dari 37 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2021. Sri Mulyani lalu sudah mengajukan RUU usulan pemerintah ini dalam rapat kerja pada Senin, 28 Juni 2021.
Saat itu, Sri Mulyani menyebut ada empat tujuan dari RUU ini. Pertama, meminimalkan ketimpangan ekonomi baik secara vertikal maupun horizontal. Kedua, meningkatkan kualitas belanja daerah.
Ketiga, harmonisasi belanja pusat dan daerah. Keempat, menguatkan sistem perpajakan daerah dengan mendukung implementasi Undang-Undang Cipta Kerja.
Dalam pandangan pemerintah di rapat kerja hari ini, Sri Mulyani mengatakan RUU HKPD ini memiliki keterkaitan dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang sudah disahkan dalam paripurna DPR pada 7 Oktober 2021.
UU HPP, kata dia, bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak di tingkat pusat yang pada hasilnya juga akan dibagi dalam bentuk transfer ke daerah. Sementara UU HKPD bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak di level daerah.
“Utamanya untuk meningkatkan kemandirian daerah, namun tetap jaga keseimbangan beban masyarakat,” ujarnya.
Dalam sesi pandangan pemerintah, Sri Mulyani membantah argumen salah atau anggota DPR RI tentang upaya resentralisasi. Ia menegaskan sinergi fiskal pusat dan daerah ini bukan bertujuan untuk resentralisasi. “Seperti yang disampaikan tadi,” kata dia.
Menurut dia, sinergi ini adalah bagian dari akuntabilitas penggunaan keuangan negara. Tujuannya minimal untuk mencapai pelayanan publik dan maksimal untuk kemakmuran dan menciptakan kesempatan kerja yang adil.
Sri Mulyani lalu mencontohkan kondisi darurat seperti guncangan saat Covid19 saat ini. Dalam situasi ini, ia menyebut sinergi kebijakan fiskal menjadi sangat penting sebagai upaya menggunakan semua sumber daya keuangan secara bertanggung jawab.
“Siapapun yang melakukan, pusat atau daerah, dua-duanya memiliki tanggung jawab menghasilkan dampak yang maksimal bagi kesejahteraan masyarkat dan perbaikan pelayanan publik,” pungkasnya.