OKEDAILY.COM – Isu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sontak membuat ramai perbincangan masyarakat diberbagai kalangan, tidak terlepas aktivis mahasiswa diberbagai organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Rapatkan barisan untuk mengkonsolidasikan isu dan sorakan aksi terbuka tolak kenaikan harga BBM diberbagai daerah.
Hal itu dilakukan tidak terlepas dari kajian isu yang sudah diperkirakan matang, ditinjau dari berbagai aspek dan sumber yang koherensif sehingga hasil dari pada itu semua berupa “aspirasi” disampaikanlah pada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali atau bahkan dengan tegas meminta pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM itu.
Dalam hal ini, mungkin saya memiliki pandangan berbeda dengan kawan-kawan mahasiswa lain. Namun, pandangan yang berbeda ini bukan persoalan terhapusnya identitas saya sebagai seorang mahasiswa.
Akan ada banyak pertanyaan tentunya oleh kawan-kawan mahasiswa? “Mahasiswa semestinya satu-kesatuan membela rakyat dan menjadi penyambung lida rakyat. Kita sebagai seorang mahasiswa harus berkomitmen pro terhadap kepentingan rakyat sebagai kaum intelektual”.
Sederhana saja jawabnya, “saya kira tidak sesederhana itu definisi mahasiswa dan rakyat mana yang ingin engkau bela dan sampaikan aspirasinya serta saya sebagai mahasiswa selalu berkomitmen memegang teguh prinsip darma perguruan tinggi”.
Tidak cukup jelaskah jawaban ini untuk menyelaraskan visi para aktivis mahasiswa? Satu informasi lagi yang ingin disampaikan, saya juga aktivis dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Islam Malang (UNISMA).
Banyak kejadian demonstrasi mahasiswa dibuat atas landasan latihan belaka (simulasi aksi) ikut-ikutan agar organisasinya terlihat eksis, kajian isunya tidak begitu matang dan yang paling tragis menyampaikan atas nama rakyat namun sebelumnya telah menjalin mata dengan kepentingan (ditunggangi) lain.
Ini barangkali statemen liar dan bukan maksud menuduh tetapi ingin mengingatkan niatan dan ketulusan hati nurani kita sebagai seorang intelektual. Berangkat dari berbagai catatan demonstrasi pasca 98 kekuatan besar mahasiswa dalam menyampaikan aspirasinya telah pudar. Terasa hanya teriakan tak berdalih dianggapnya, sehingga tuntutan-tuntutannya percuma saja dan berakhir sia-sia alias eksis tanpa esensi.
Saya kira, kita sebagai aktivis harus memperbaiki niat, tajamkan mutu keilmuan dan tingkatkan komitmen pengawalan. Dengan itu semua yang kita sadari akan menghilangkan kesan negatif dari apa yang telah diperjuangkannya, maka saat itulah kita akan melihat bersama-sama kehidupan mahasiswa dengan semangat aktivis 98 mengguncangkan senayan dan meluluh lantahkan pemerintah korupsi, kolusi, nepotisme (KKN).
Semangat itu kami butuhkan saat ini di situasi indonesia yang lagi banyak permasalahan-permasalahan sampai tak tau untuk mendeskripkan, apakah indonesia betul-betul merdeka? Jika kesejahteraan sudah tak lagi dirasakan rakyat.
Saya akan mencoba untuk menjelaskan pandangan yang saya anggap berbeda dengan kebanyakan aktivis mahasiswa lainnya, berbondong-bondong membawa tuntutan yang sama kehadapan gedung pemerintah.
Soal naik turunnya harga energi dan pangan itu hal yang sudah sering terjadi seiring dengan perkembangan politik ekonomian global yang dinamis. Dari sini sebenarnya, kita telah diingatkan untuk tidak terlalu kaget dan mendramatisir keadaan saat BBM naik kembali.
Pemerintah juga tidak hanya sekedar menaikkan BBM, tetap andil memberikan antisipasi-antisipasi agar tidak begitu sangat berdampak terhadap masyarakat yang kurang mampu dengan menyodorkan beberapa jenis Bantuan Sosial (Bansos) seperti yang telah disampaikan oleh Mentri Keuangan RI, Sri Mulyani.
Bansos itu berupa bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan kepada 20,65 juta kelompok penerima manfaat dengan nilai Rp600.000 per penerima manfaat. Bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp600.000 untuk para pekerja dengan gaji dibawah Rp3,5 juta per bulan dan mengalokasikan 2 persen atau Rp2,17 triliun dana transfer umum pemerintah daerah untuk sektor transportasi umum, ojek, dan nelayan. Sehingga subsidi dari tiga bansos tersebut senilai Rp24,17 triliun.
Yang harus kita pahami pula bahwa kenaikan harga BBM itu bukan tanpa alasan, mungkin masyarakat akan bertanya-tanya kenapa bisa naik saat di bulan terkahir harga minyak mulai menurun? sebagaimana telah disampaikan oleh Sri Mulyani, Mentri Keuangan Republik Indonesia.
“Meskipun harga minyak mentah mengalami penurunan, rata-rata harga acuan minyak mentah nasional atau ICP relatif masih tinggi. Bahkan, jika harga ICP turun sekalipun hingga ke level 90 dollar AS per barrel, rata-rata harga tahunan ICP masih berada pada kisaran 98,8 dollar AS per barrel.”
Alasan ini tentu sudah melalui pengamatan dan pengkajian yang mendalam yang terus diupayakan pemerintah agar dapat menstabilkan harga BBM, langkah demikian saya kira pemerintah tepat mengambil keputusan. Namun tidak hanya sebatas itu, jika bulan kemudian membaik segerakan pula mengambil keputusan untuk menurunkan harga BBM.
Berdasarkan formulasi perhitungan oleh Pertamina pada Juli 2022 mencatat harga keekonomian Solar adalah Rp18.150 per liter, tetapi harga jual Rp5.150 per liter. Artinya pemerintah harus membayar subsidi Solar Rp13.000 per liter.
Kemudian untuk Pertalite Rp17.200 per liter dengan harga jual Rp7.650 per liter. Artinya, pemerintah mensubsidi sebesar Rp9.550 per liter. Lalu untuk Pertamax Rp17.950 per liter, harga jual Rp12.500 per liter, sehingga pemerintah melakukan subsidi Rp5.450 per liter.
Nah, disini statemen “kenaikan harga BBM” yang keliru dalam pandangan saya sehingga pengertian yang sudah keliru pun akan menyebabkan pemahaman yang keliru. Saya tegaskan, yang naik itu bukan harga BBM Tapi pengurangan subsidinya sehingga mengakibatkan kenaikan harga. Padahal kita itu membeli BBM selama ini sudah disubsidi oleh pemerintah dengan rincian di atas.
Bagaimana jika kita membelinya dengan harga BBM murni, yang harganya dua kali lipat? Jadi, mari kita pahami lebih mendalam agar tidak salah paham, kita di jawa sudah sangat murah harga BBM sebab subsidinya besar dari pemerintah. Coba kita bayangkan saudara kita yang di Papua sana harus membeli BBM dengan harga langsung tanpa subsidi, mereka santai-santai saja. Walupun juga disampaikan ke pemerintah tapi tidak se-dramatis kita ini menyampaikannya.
Oleh karena itu, yang ber-statemen jelek terhadap pemerintah agar dihentikan!. Pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin atas tanggungjawabnya, artinya bukan sepenuhnya kita menyalahkan pemerintah. Mari kita rawat kemerdekaan ini dengan seksama, sebab kemerdekaan ini diperoleh dengan gotong royong den semangat juang yang bersatu.
Aktivis Mahasiswa yang saat ini telah melakukan konsolidasi atau bahkan sudah aksi silahkan lanjutkan sampaikan apa yang menjadi kajiannya, yang terpenting isu tersebut dipahami terlebih dahulu, dan niatnya ditata kembali murni panggilan hati nurani untuk rakyat Indonesia tanpa ada maksud lain-lain serta berkomitmen dalam perjuangannya.
Mengakhiri tulisan pendek ini saya ingin mengajak kepada seluruh aktivis mahasiswa untuk mengarahkan komitmen gerakannya pada pengawalan subsidi pemerintah berupa bansos. Ini merupakan alternatif ideal jika selama ini teriakan aktivis di depan gedung pemerintah tanpa respon dan harga BBM tetap naik, mari kita kawal bersama-sama memastikan bansos itu tersalurkan dengan baik.
Jika pemerintah gagal dalam hal ini dan tidak bertanggungjawab, mari kita rapatkan barisan kembali untuk turun aksi, bukan atas tuntutan BBM lagi melainkan dengan tuntutan “Turunkan dari kursi rakyat pemerintah tak bertanggungjawab”.
Dan saya berharap bagi kawan-kawan mahasiswa yang baru dalam tahap konsolidasi untuk kembali memperhitungkan akan aksi yang akan digelar. Menurut saya, jika harga BBM sudah diputuskan naik, maka percuma gerakannya, sekali lagi mari orientasikan komitmen gerakan ini pada pengawalan pendistribusian bansos.