OKEDAILY, ACEH UTARA – Pendirian tower sutet 150 volt kepunyaan Perusahaan Listrik Negara (PLN), diduga menerobos lahan milik warga yang bernama Sudirman (40), Aceh Utara. Penyerobotan tersebut dilakukan di atas tanah yang bersertifikat No.355/Baktiya/1991 yang berdiri kurang lebih 30 tahun.
Berdasarkan informasi yang diterima okedaily.com, penyerobotan lahan yang dilakukan oleh pihak PLN itu berawal dari pengerjaan tower jaringan Saluran Udara Tegangan Tinggi (Sutet) 150.000 Volt.
Menurut Pemilik Tanah, Sudirman menyampaikan bahwa kronologisnya berawal dari adanya perbedaan persepsi antara dirinya dengan pihak PLN.
PLN mengklaim telah melakukan pembayaran untuk pendirian tower sutet tersebut di Gampong Matang Kumbang, Kecamatan Baktiya. Namun saat dimintai bukti akan hal itu pihak PLN tidak mampu menunjukkan dokumen apapun.
Padahal tower sudah berdiri kurang lebih 3 dekade, sehingga hal itu membuat Sudirman merasa kesal, lantaran tower tersebut berada di dalam halaman Grand House tempat usahanya.
“Beberapa kali pihak PLN kesini survey dan mengukur tower itu pastinya untuk membuat sertifikat, ya saya tahan. Sedangkan kami masih memiliki AJB (Akta Jual Beli) tanah, kalau ada transaksi kan pastinya ada note atau dokumen bahwa sudah dijual sekian ukuran. Namun dokumen itu mereka tidak ada, kalau ada ya sah-sah saja,” papar Sudirman, Minggu (27/03).
Lebih parahnya, Kata Sudirman, pihak PLN mengaku sudah membuat Surat laporan kehilangan, namun hal itu dibantah dengan dasar yang tidak jelas.
“Bisa jadi mereka buat laporan palsu, di dokumen desa pun tidak ada setelah saya buktikan saat saya masi menjabat tuha peut, tidak ada tertinggal apapun di desa maupun kecamatan. Intinya secara administrasi di desa tidak ada,” ujarnya.
Sudirman menyampaikan meskipun pihak BPN dan PLN datang untuk mengukur guna pembuatan sertifikat namun dirinya tetap melarangnya.
“pernah orang BPN kesini mau mengukur tanah namun saya tahan, sempat mereka tegur saya kenapa saya buat pagar terlalu dekat tower, saya jawab apanya yang dekat kalian bayar saja tidak,” sergahnya.
Sudirman mengaku telah memberi tempo selama 1 bulan kepada pihak PLN untuk memperlihatkan bukti dokumen transaksi atas tanahnya itu.
Tak hanya itu, dirinya juga menuntut agar PLN membayar sewa selama 30 tahun dan segera melakukan pembayaran terhadap tanahnya.
“saya kasih waktu ke mereka sebulan, apabila tidak ada bukti maupun dokumen transaksi yang akurat saya akan melakukan blokade area tower, mereka harus bayar sewa tanah area itu selama 30 tahun dan segera melakukan pembayaran,” bebernya.
Ditempat yang sama, hal itu juga dibenarkan oleh sekretaris desa Mansuryadi (47). Dia mengaku hal ini adalah masalah lama karena dari 6 tower yang berdiri di desa matang kumbang hanya tower di lahan Sudirman belum terukur.
“Dari 6 buah tower hanya yang di lahan Sudirman yang tidak diukur, sekali hari itu orang BPN kasih tahu ada pengukuran area tower di lahan Sudirman. Namun ditahan karena mereka tidak dapat menunjukkan dokumen transaksi tanah dia,” ujar Mansuryadi.
Terpisah, staf pengukuran BPN Aceh Utara, Kelfin mengatakan, mungkin terjadi miskomunikasi antara pemilik tanah dasar dan PLN.
“Mungkin pemilik tanah merasa tidak pernah menerima ganti rugi, dan mungkin saja itu hak pakai yang memiliki limit waktu biasanya 30 tahun,” ungkapnya, Jumat (25/03) kemarin.
Ia juga mengatakan BPN tidak akan melakukan pengukuran tanpa surat atas dokumen pendukung dari PLN berupa tanda tangan kadus.
“BPN tidak bisa melakukan eksekusi lapangan apabila PLN tidak ada dokumen penduduk seperti tanda tangan geuchik dan kadus. Jadi apabila PLN tidak menyelesaikan sengketa terhadap yang punya tanah yang tidak dapat dilakukan proses sertifikasi lahan dan melegalkan aset,” paparnya.
“apabila pihak PLN memiliki surat dasar lahan terlepas keabsahan mereka punya ganti rugi atau tidaknya sebuah surat, karena itu bukan ranah BPN melainkan pengadilan,” pungkasnya.
Di hari yang sama, Pewarta mencoba mengkonfirmasi penanggung jawab lapangan PLN, Rahmat, namun saat di konfirmasi ia tidak merespon lantaran masih mengikuti rapat.