SUMENEP – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Sumenep melalui Kepala Bidang Pemberdayaan Usaha dan Kerjasama Desa, Fadholi, S.T., M.T. mengatakan, kini keberadaan BUMDes telah diwajibkan berbadan hukum.
Pasca diundangkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker), BUMDes adalah badan hukum yang didirikan oleh Desa dan/atau bersama antar Desa. Maka dari itu, kata Fadholi, pihaknya akhir bulan ini akan melakukan sosialiasi tentang hal itu.
“Sosialisasi kita itu tentang BUMDes ini diwajibkan untuk berbadan hukum. Artinya sesuai dengan UU Cipta Kerja itu BUMDes disini kan sudah harus berbadan hukum,” ujar Fadholi, saat ditemui jurnalis trotoar, Kamis (10/3/2022), di Kantor PMD Kabupaten Sumenep.
Demi ketertiban administrasi di tatanan Pemerintahan Desa, tentu tidak sekedar sosialisasi saja. Pasca UU Cipta Kerja diundangkan, Fadholi mengeklaim, bahwa saat ini sudah banyak BUMDes dalam proses pendaftaran atau pengurusan legalitas.
“Nah ini kita sedang sama-sama mendaftarkan, kita sedang proses pendaftaran,” ucapnya.
Lebih lanjut Fadholi menyampaikan, bahwa sudah ada beberapa Desa yang sudah berbadan hukum. Diantarnya ialah Desa Campaka dan Desa Soddara yang terletak di Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep, Madura.
“Ada Desa Campaka dan yang kedua Desa Soddara, jadi sudah bersama-sama berbadan hukum,” kata Fadholi, memberikan contoh lembaga yang sudah legal dari sekian ratus BUMDes se-Kabupaten Sumenep.
Kemudian selain tumbuh subur BUMDes di Bumi peradaban ini, Fadholi mengungkapkan, setidaknya sudah ada dua Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) yang terbentuk sebagai bukti keseriusan Pemerintah Desa dalam membangun ekonomi kerakyatan.
“Sudah ada dua BUMDesma yang juga sudah berbadan hukum, jadi artinya kita tetap berproses ya,” tukasnya.
Fadholi juga menegaskan, bahwa tahapan persiapan pembentukan BUMDesma juga mengedepankan pada pertimbangan kelembagaan berbasis partisipasi masyarakat desa yang difasilitasi melalui musyawarah desa atau rembuk antar desa.
“Jadi seperti biasa pembentukannya, ya tetap menggunakan musyawarah desa di musdeskan terlebih dahulu. Kemudian, terpilih pengurus-pengurusnya setelah itu baru dilembagakan. Setelah dilembagakan itu muncul untuk didaftarkan. Kalau sekarang kan harus didaftar berbadan hukum Kemenkumham,” jelasnya.
Pada prakteknya, Fadholi mengakui dalam proses kelengkapan legalitas Badan Hukum BUMDesma yang ia alami selama di jabatan baru ini, tidaklah mudah. Tetapi setidaknya, kata dia, pemerintah desa terutama soal BUMDes ini sudah berbondong-bondong menuju tertib administrasi.
“Memang (BUMDesma, red) ini prosesnya tidak mudah. Karena di daftarkan ke Kemenkumham, ini kan prosesnya dari Kementerian desa. Kementerian desa nanti linknya ke Menkumham. Tapi dari teman-teman di desa terutama BUMDes ini berproses semua,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, saat jurnalis trotoar memastikan jumlah BUMDesma se-Kabupaten Sumenep yang telah Berbadan Hukum? Pihaknya menjawab apa adanya terkait hal tersebut, ialah sebanyak 2 Desa saja.
“Sudah ada sekitar dua ratusanlah (BUMDes, red) yang sudah pendaftaran. Tapi yang sudah sukses (BUMDesma, red) ini dua, ini nanti akhir bulan ini rencananya kita akan lakukan sosialisasi,” tandasnya.
Menjadi penting untuk difahami, kerena BUMDes dan BUMDesma sebagai unit bisnis dilokal desa yang mana mengedepankan konsep sosial benefit, sebagai pembeda dari bentuk usaha lain. Maka pendirian badan usaha ini harus diawali dengan perencanaan dan juga persiapan yang matang.
Adapun hal dimaksud itu agar BUMDes dan BUMDesma tidak sekedar mengikuti tren semata, alias hanya karena desa lain memiliki dan adanya amanat di dalam undang-undang. Sehingga di dalam pendirian jauh dari proses serius yang dijalankan dengan prinsip profesional.