OkeDaily.com – Dalam dinamika politik Kabupaten Sumenep, Madura, Wakil Ketua I DPRD setempat, Dul Siam, melontarkan kritik tajam terhadap pengelolaan keuangan daerah untuk bidang kepemudaan dan olahraga pada tahun sebelumnya.
Ia menyebut Disbudporapar Kabupaten Sumenep tak maksimal dalam pengelolaan dana miliaran rupiah yang dialokasikan untuk Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) tahun 2024 lalu.
Kritik tersebut masih muncul meskipun dana Porprov 2025 telah ketok palu menjelma dana hibah yang dikelola oleh KONI Kabupaten Sumenep, melalui pembahasan bersama Dinas terkait dalam forum Banggar DPRD Sumenep.
Tentunya, langkah Pakde Dul Siam yang demikian menimbulkan pertanyaan mengenai etika politik dan potensi kepentingan internal di tubuh DPRD Sumenep, mengingat Ketua KONI Sumenep merupakan anggota legislatif, Sutan Hadi Tjahyadi dari Fraksi PDIP.
Lebih lanjut dikalimatkan politisi PKB tersebut, bahwa untuk pencairan dana akan dilakukan segera setelah Surat Keputusan (SK) dari Bupati Sumenep terbit. “Saat ini, SK hibah tersebut sedang dalam tahap finalisasi di Bagian Hukum Setkab Sumenep,” ungkapnya.
Hal tersebut senada dengan Politisi PKB yang menjabat Ketua DPRD Sumenep periode 2019-2024, H. Hamid Ali Munir, sebelumnya telah meminta KONI Sumenep untuk menggunakan dana hibah miliar rupiah tersebut sesuai porsi, terutama untuk persiapan Porprov Jatim.
Sementara Kepala Disbudporapar Sumenep, H. Moh. Iksan, juga membenarkan bahwa ketidakpastian sebelumnya itu disebabkan oleh tarik-ulur terkait mekanisme pengelolaan anggaran, antara Banggar DPRD dan pihak eksekutif.
Diketahui, Pemerintah Kabupaten Sumenep mengalokasikan dana hibah keolahragaan sebesar Rp3,3 miliar untuk tahun 2025, dengan rincian Rp2 miliar untuk olahraga umum dan Rp1,3 miliar khusus untuk persiapan Porprov.
Dalam situasi ini, Ketua DPC AWDI Kabupaten Sumenep, Rakib, menilai Pakde Dul Siam tengah mengkritisi penempatan dan peruntukan keuangan daerah yang sudah cukup jelas arah pengelolaannya.
Melihat latarbelakang polemik tersebut serat akan kepentingan kelompok dan golongan, ia pun mempertanyakan profesionalisme antara pengelolaan keuangan daerah langsung oleh eksekutif dan KONI yang bernafas separuh legislatif itu.
“Sudah bukan rahasia lagi dalam konteks kolektif kolegial, pimpinan DPRD memang sudah seharusnya bekerja secara harmonis dan saling mendukung dalam menjalankan fungsi legislatif,” ujar Rakib.
Menurutnya, kritik yang dilontarkan oleh Pakde Dul Siam, meskipun mungkin didasarkan pada keprihatinan terhadap transparansi dan akuntabilitas, dapat dilihat sebagai tindakan yang kurang etis jika tidak disampaikan melalui mekanisme yang telah disepakati.
“Hal ini berpotensi menimbulkan persepsi adanya main mata di antara anggota DPRD, yang dapat mengganggu kinerja lembaga secara keseluruhan,” katanya.
Kritik terbuka yang disampaikan oleh Wakil Ketua I DPRD Sumenep terhadap pengelolaan dana Porprov 2024, meskipun mungkin didasari oleh niat untuk memastikan transparansi, menimbulkan pertanyaan mengenai etika politik.
“Untuk menjaga integritas dan efektivitas lembaga, sebaiknya perbedaan pendapat diselesaikan melalui mekanisme forum yang ada, guna menghindari persepsi negatif di mata publik,” pungkasnya.