OkeDaily.com – Konferensi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Sumenep XVI Tahun 2025, pada Sabtu (25/10), menuai kontroversi tajam setelah muncul dugaan manipulasi dalam proses pemilihan Ketua.
Dugaan ini mencuat lantaran surat suara yang dibagikan oleh panitia pelaksana kepada peserta konferensi PWI Sumenep 2025 hanya memuat satu nama kandidat pada dua gambar yang berbeda.
Untuk diketahui, konferensi PWI Sumenep 2025 terdapat dua calon ketua, masing-masing diantaranya, M. Syamsul Arifin dari wartawan Harian Birawa (petahana), dan Faisal Warid dari LPP RRI Sumenep (penantang).
Peristiwa ini disebut-sebut sebagai babak kelam dalam sejarah pelaksanaan konferensi PWI di tingkat daerah. Sejumlah anggota dan peserta yang hadir pun menilai, panitia telah mengabaikan prinsip demokrasi dan transparansi yang seharusnya menjadi dasar organisasi profesi wartawan.
“Kami kaget, saat menerima surat suara ternyata hanya tertulis satu nama calon di dua foto yang berbeda. Ini jelas mencederai semangat demokrasi dan kebebasan memilih,” ungkap sumber terpercaya okedaily.com.
Menurutnya, kondisi ini menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa politik internal demi melanggengkan kepemimpinan tertentu. Hal ini akan menciptakan preseden buruk dalam sejarah berdirinya organisasi kewartawanan tertua tersebut.
Alih-alih menerima masukan peserta, justru panitia pelaksana malah enggan merespon dengan melanjutkan forum ini hingga pemilik nama asli (penantang) yang tercantum pada dua gambar surat suara terpilih secara aklamasi.
“Situasi sempat memanas ketika sejumlah peserta mencoba memprotes jalannya konferensi. Namun, forum tetap dilanjutkan hingga akhirnya salah satu calon yakni, Faisal Warid, dinyatakan terpilih secara aklamasi” ujarnya.
Akibat praktek kotor ini, sejumlah pihak dari kalangan jurnalis lokal turut menyayangkan kejadian tersebut, dan menyerukan agar tidak menjadi suatu contoh buruk bagi kalangan organisasi kewartawanan lainnya di Kabupaten Sumenep.
Ia juga menilai, setingkat PWI sistem demokrasinya masih seperti itu, sangat tidak elok. Kejadian ini, sambung dia, mencoreng marwah organisasi dan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap integritas wartawan di daerah.
“PWI seharusnya menjadi contoh praktik demokrasi yang sehat, bukan justru mempertontonkan manipulasi seperti ini,” kata salah satu jurnalis senior di Sumenep, Sutrisno.
Para insan pers di Kota Keris pun mulai berasumsi “jangan-jangan kena serangan remang-remang”. Namun hingga berita ini diterbitkan, panitia pelaksana konferensi PWI Sumenep 2025 belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan manipulasi surat suara tersebut.



















