OKEDAILY, JAKARTA – Kembali, dunia jurnalistik tanah air dikejutkan atas beredarnya surat edaran Dewan Pers nomor : 934/DP/K/VIII/2022 tanggal 22 Agustus 2022, kepada sejumlah 11 organisasi Pers.
Perihal surat edaran tersebut ialah permintaan anggota tim penyusunan draf SKKNI yang diketahui singkatan dari standar kompetensi kerja nasional Indonesia. Hal tersebut ditengarai upaya menyaingi SKKK versi BNSP.
Dewan Pers mengeklaim bahwa surat edaran tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil pertemuan antara pihaknya bersama konstituen Dewan Pers dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kementerian Kominfo RI pada, (15/8/2022), dengan agenda rapat koordinasi penyusunan SKKNI bidang pers.
Secara tidak langsung, Dewan Pers telah mengakui SKW adalah Sah, “Diketahui SKKNI bidang pers hingga saat ini belum terbentuk dan KKNI ini merupakan dokumen penting sebagai acuan untuk pengembangan profesi dan pendidikan di bidang pers. Untuk itu perlu menyusun SKKNI bidang pers,” tulis Dewan Pers dalam surat edaran tersebut.
Maka berkenaan hal tersebut Dewan Pers berencana akan membentuk team penyusun draf SKKNI di bidang pers. Adapun yang diminta menjadi anggota tim penyusun ialah masing-masing satu orang dari perwakilan Organisasi Pers, berikut daftarnya :
- Ketua Umum AJI Indonesia
- Ketua Umum IJTI
- Ketua Umum PWI
- Ketua Umum SPS
- Ketua Umum ATVLI
- Ketua Umum ATVSI
- Ketua Umum PRSSNI
- Ketua Umum PFI
- Ketua Umum AMSI
- Ketua Umum SMSI
- Ketua Umum JMSI
Sebagaimana diketahui, Dewan Pers memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik. Sebagai lembaga independen, tentu tidak memiliki perwakilan dari Pemerintah pada jajaran anggotanya. Namun sayang, lembaga ini mulai lupa terhadap para pendiriannya.
Dewan Pers Mulai Urus SKKNI, Harusnya Tobat dan Akui Kesalahan UKW
Oleh : Gatot Irawan, Ketua DPW AWDI Jawa Timur sekaligus Pemimpin Redaksi Media Cetak dan Online Panjinasional.net
Beredarnya informasi Dewan Pers melakukan koordinasi dengan mengajak para organisasi konstituennya membahas format Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), artinya Dewan Pers sudah sadar dan tobat akui akan kesalahannya selama ini terkait UKW-nya yang ilegal itu.
Sayangnya, kebijakan seruan, aturan keharusan hingga provokasi besar-besaran bahwa UKW-nya adalah paling sah. Bahkan sudah memakan korban hampir 20 ribuan peserta UKW yang habis dikuras uangnya saat mengikuti program abal-abal tersebut.
Dalam surat edaran Dewan Pers mengajak dan mengkoordinir para ketua umum lembaga-lembaga anggota konstituennya untuk ikut membahas Tim Penyusunan Draf SKKNI bersama Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kemenkominfo RI guna penyusunan SKKNI Bidang Pers.
SKKNI adalah singkatan dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia yang dipersyaratkan oleh Kementerian Tenaga Kerja untuk setiap bidang keahlian/profesi. SKKNI ini akan menjadi pedoman dalam pelaksanaan sertifikasi profesi atau kompetensi, baik dalam bentuk ujian maupun pemeriksaan portofolio peserta, yang penerapannya dilakukan melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Langkah Penyusunan pembentukan SKKNI adalah sebuah pemahaman maju bagi Dewan Pers yang sebelumnya hal tersebut dikesampingkan, termasuk tidak mengakui LSP Pers Indonesia yang lebih dulu memiliki SKKK versi BNSP dan Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia.
Hal tersebut sudah barang tentu akan memudarkan ribuan pemegang sertifikat UKW Dewan Pers yang selama ini mereka terbitkan dan mereka agung-agungkan dan dibombardirkan di berbagai instansi dan institusi selama ini bisa dikatakan perbuatan cacat formil alias tidak berstandarkan SKKNI dengan prosedur yang benar.
Dan selanjutnya, apakah mereka (wartawan) semua pemilik sertifikat UKW harus dan wajib kembali mengikuti Sertifikasi Kompetensi Wartawan melalui prosedur yang benar dan legal di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) terkait yang terlisensi oleh BNSP?
Dengan demikian, mereka bisa mendapatkan Sertifikat Kompetensi Wartawan (SKW) yang diakui Negara, berlogo Garuda Pancasila, dan disahkan BNSP, sebagaimana yang sudah dimiliki wartawan yang telah mengikuti SKW melalui LSP Pers Indonesia.
Tentunya oknum-oknum Pemerintah (pusat dan daerah), Polri, TNI, dan semua lembaga/instansi yang selama ini berlagak mengagungkan hal itu. Tahu atau pura-pura tidak tahu? yang sering membuat aturan bahwa wartawan yang meliput kantornya, harus ber-UKW?
Dewan Pers bagun dari tidurmu,…. segera berbenah dan bertobat meminta maaf kepada puluhan ribu korban sertifikat (UKW) yang sudah diterbitkan tersebut!.
Perlu diketahui, saat menjadi saksi persidangan gugatan Pers di Mahkamah Konstitusi, Dedik Sugianto selaku Ketua Umum SWI (Sindikat Wartawan Indonesia) menyatakan adanya UKW dan peraturan Dewan Pers membuat banyak Lembaga Pers dan Wartawan dirugikan. Hal itu tidak satupun dibantah oleh saksi ahli Dewan Pers.
Dedik Sugianto yang saat ini menjadi Asesor SKW dari LSP-Pers mengomentari, bahwa proses dalam pelaksanaan sertifikasi, LSP harus melengkapi 2 persyaratan penting. Pertama, mempunyai SKKK atau SKKNI terregistrasi ke Kementerian Tenaga Kerja, dan yang kedua mempunyai skema terverifikasi BNSP.
Sedangkan Dewan Pers baru memulai menyusun SKKNI, “Jadi dari selebaran dan aturan DP (Dewan Pers) itu sudah jelas, bahwa pelaksanaan UKW yang selama ini dilakukan DP tidak mempunyai Standar Kompeten, dan itu jelas merugikan yang sudah ikut UKW,” ujarnya.
Bravo BNSP, Bravo Pers Indonesia…!!!
Bravo AWDI…!!!