OKEDAILY – Perkembangan Pilkada Sumenep 2024 terus memperlihatkan dinamika yang menarik. Meski pemungutan suara telah selesai dilaksanakan pada Rabu, 27 November 2024, dan pasangan 02 (Fauzi-Imam) telah dinyatakan menang oleh KPU Sumenep pada Jumat, 6 Desember 2024, namun perjuangan pasangan 01 (Mas Kiai-Kiai Unais) dan para pendukungnya tetap tak surut. Berbagai upaya yang sah secara hukum terus ditempuh, termasuk diantaranya melalui jalur demonstrasi sebagai upaya mengawal proses Pilkada Sumenep yang jujur dan adil.
Menurut kabar yang berkembang di masyarakat, konon pihak FINAL juga tak segan-segan akan membawa persoalan Pilkada Sumenep ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk disengketakan. Sebab, bagi kubu FINAL, proses pelaksanaan Pilkada Sumenep tidak fair dan penuh dengan kecurangan yang diduga terjadi secara TSM (terstruktur, sistematis, dan masif). Di MK nanti, pasangan FINAL akan meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan Fauzi-Imam yang menurut KPU Sumenep, unggul atas pasangan Mas Kiai-Kiai Unais.
Ini menarik, sepanjang sejarah setidaknya sejak Pilkada langsung pasca-reformasi yang berlangsung pada 2004, rasa-rasanya belum pernah proses dan hasil Pilkada Sumenep disengketakan ke MK. Dan karena itu, jika benar Pilkada Sumenep 2024 akan dibawa ke MK, ini akan menjadi sejarah baru bagi Sumenep dalam hal berdemokrasi dan bernegara.
Namun, terlepas dari semua itu, jika benar nanti Pilkada Sumenep di sengketakan ke MK, dan kubu Final benar-benar meminta MK untuk membatalkan hasil Pilkada Sumenep dan mendiskualifikasi pasangan Fauzi-Imam, mungkinkah MK akan mengabulkannya? Jawabannya sangat mungkin. Sepanjang pasangan Final (sebagai pemohon/ penggugat) mampu membuktikan kecurangan TSM yang dilakukan oleh pasangan Fauzi-Imam selaku rivalnya.
Kecurangan-kecurangan TSM itu, misalnya, seperti adanya politik uang; adanya penggunaan fasilitas pemerintahan untuk alat pemenangan; adanya politisasi bansos; adanya mobilisasi pejabat daerah dan aparat desa untuk mendukung pasangan terkait; adanya penggelembungan suara di setiap TPS; dan pelanggaran-pelanggaran lainnya yang berpengaruh pada hasil perolehan suara pasangan Fauzi-Imam di Pilkada Sumenep. Jika semua bisa didalilkan dan dibuktikan secara terperinci oleh kubu FINAL, maka besar kemungkinan hasil Pilkada Sumenep akan dibatalkan MK dan pasangan Fauzi-Imam didiskualifikasi.
Dugaan terjadinya kecurangan yang bersifat TSM yang diduga dilakukan Fauzi-Imam dalam Pilkada Sumenep terlihat begitu jelas. Misalkan, seperti adanya peristiwa bagi-bagi bansos oleh petahana Achmad Fauzi di daerah Legung yang dilakukan pada hari tenang. Padahal, Kemendagri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menghimbau kepada seluruh kepala daerah untuk tidak membagi-bagikan bansos menjelang Pilkada 2024.
Atau pada sisi yang lain, kita juga bisa melihat bagaimana para ASN dan jajaran kepala desa dimobilisasi untuk memenangkan paslon tertentu. Atau, kita juga bisa melihat bagaimana Sa’id Abdullah, paman petahana Achmad Fauzi, dengan sengaja berkampanye dan membagi-bagikan uang kepada ibu-ibu PKK dengan memakai kaos bertuliskan 02 tanpa melakukan cuti dari jabatannya sebagai Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI 2024-2029.
Padahal, putusan Putusan MK Nomor 52/PUU/XXII/2024 jelas menyatakan dalam amar putusannya bahwa setiap pejabat negara aktif terlarang ikut memenangkan paslon kepala daerah selama masih berstatus sebagai pejabat aktif kecuali cuti dari jabatannya.
Jadi, dalam konteks putusan MK ini, apa yang dilakukan Sa’id Abdullah jelas telah melakukan apa yang sering disebut sebagai abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan negara untuk kepentingan pribadi. Sebuah kecurangan politik yang sangat dibenci dan diharamkan oleh MK sebagai penjaga konstitusi. Hal ini jelas bisa menjadi pintu masuk bagi kubu Final untuk membuktikan kepada MK bahwa telah terjadi kecurangan yang bersifat TSM dalam Pilkada Sumenep 2024 selain politik uang dan kecurangan-kecurangan lainnya.
Dalam beberapa kesempatan, Mahkamah Konstitusi sendiri sudah sering menegaskan bahwa dirinya bukanlah ”Mahkamah Kalkulator” yang hanya berwewenang menangani sengketa angka-angka (perolehan suara), melainkan juga berwenang menangani segala bentuk pelanggaran yang terjadi yang berefek pada pelaksanaan pemilu yang tidak jujur dan adil.
Karena itu, jika dalam konteks ini kubu Final mampu membuktikan segala bentuk dugaan kecurangan yang dilakukan oleh pasangan Fauzi-Imam dalam Pilkada Sumenep, maka sangat mungkin bagi MK untuk membatalkan hasil Pilkada Sumenep dan mendiskualifikasi pasangan Fauzi-Imam meski telah dinyatakan menang oleh KPUD sekalipun.
Secara historis, memang sangat jarang MK membatalkan hasil Pilkada yang sekaligus mendiskualifikasi salah satu pasangan calon (paslon). Yang selama ini terjadi, mentok-mentok dan paling banyak dilakukan MK, yakni sebatas membatalkan penetapan hasil perolehan suara dan memerintahkan KPUD untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) di daerah terkait.
Sejauh ini, berdasarkan data yang ada, terhitung baru satu kali MK mendiskualifikasi calon kepala daerah. Yakni, calon kepala daerah Kotawaringin Barat (Kobar) Sugianto-Eko Soemarno yang didiskualifikasi oleh MK karena terbukti melakukan kecurangan secara TSM. Padahal, kala itu, pasangan Sugianto-Eko Soemarno telah dinyatakan menang oleh KPUD.
Namun, meski terhitung jarang, bukan tidak mungkin bagi MK untuk membatalkan hasil Pilkada Sumenep dan mendiskualifikasi salah satu paslon. Di balik jarangnya MK mengeluarkan putusan yang sifatnya mendiskualifikasi paslon itu bukan karena MK tidak berani. Melainkan karena dalam setiap gugatan yang diajukan, pemohon sering kali tidak dapat membuktikan gugatannya secara meyakinkan, sehingga membuat MK tidak yakin bahwa telah terjadi kecurangan TSM yang membuat MK harus mendiskualifikasi salah satu paslon.
Jadi, sederhananya, selama para pemohon mampu membuktikan permohonannya secara jelas dan terperinci, sehingga mampu meyakinkan Mahkamah untuk mendiskualifikasi salah satu paslon, maka tentu Mahkamah tidak akan segan-segan untuk mengeluarkan putusan yang sifatnya mendiskualifikasi salah satu paslon meski telah dinyatakan menang sekalipun.
Dengan demikian, seperti yang terjadi dalam Pilkada Kotawaringin Baru (Kobar) 2010, hal yang sama juga berpotensi terjadi dalam Pilkada Sumenep 2024 sepanjang kubu Final mampu membawa dalil-dalil dan bukti-bukti yang terperinci ke Mahkamah Konstitusi. Peluang ini ada, semuanya tergantung pada bagaimana kubu FINAL memaknainya.
Penulis : Ahmad Farisi, Alumnus Prodi Hukum Tata Negara UIN SUKA Yogyakarta.
Tulisan opini ini sepenuhnya merupakan tanggungjawab penulis, dan tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi media okedaily.com.
Kanal opini media okedaily.com terbuka untuk umum. Maksimal panjang naskah 4.000 karakter, atau sekitar 600 kata.
Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri anda dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Kirim ke alamat e-mail: opini@okedaily.com.