OkeDaily.com – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, yang menunda penerbitan izin usaha gudang perusahaan rokok (PR) menuai sorotan tajam dari masyarakat setempat, khususnya para calon pengusaha baru di sektor industri hasil tembakau.
Langkah Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo ini dianggap kontraproduktif terhadap semangat investasi daerah, terutama mengingat Kota Keris merupakan salah satu sentra tembakau terbesar di Madura.
Hal ini terkuak setelah seorang warga Kecamatan Lenteng, berinisial BS, mengungkapkan kekecewaannya usai mencoba mengurus perizinan usahanya di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kabupaten Sumenep, pada Jumat (11/4) siang.
Kepada redaksi okedaily.com, BS menyatakan dirinya merasa dipersulit, bahkan seolah-olah dicurigai akan menjalankan usaha ilegal. “Saya sangat menyesalkan kebijakan tersebut. Bukannya didorong untuk investasi, malah dipersulit seolah saya pelaku usaha ilegal,” tegasnya.
Kendati begitu, ia juga mempertanyakan dasar kebijakan yang diambil Bupati Wongsojudo. Menurutnya, kewenangan untuk menilai legalitas usaha rokok seharusnya berada di tangan Bea Cukai, bukan Pemkab Sumenep.
“Izinnya itu kan administratif dari kabupaten, bukan keputusan akhir. Semua penentu legalitas ada di Bea Cukai. Gudang mau produksi atau tidak, bukan ranah bupati loh,” katanya dengan nada kesal.
Lebih jauh, BS menuding adanya ketimpangan dalam perlakuan terhadap pelaku usaha lokal. “Ironis, Bupati sibuk promosi cari investor, tapi warga sendiri yang mau berusaha malah dihalangi. Apa karena tidak ada keuntungan pribadi?” ujar dia retoris.
Sementara menanggapi hal tersebut, Bupati Wongsojudo melalui Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sumenep, Abd. Rahman Riadi, membantah tudingan adanya pemblokiran proses izin.
Menurut pria yang karib disapa Rahman itu, langkah yang diambil hanya berupa penundaan sementara, bukan penolakan. “Berdasarkan hasil rakor, Bapak Bupati memutuskan pending dulu izin gudang PR. Ini langkah preventif, bukan pembatasan permanen,” jelasnya.
Selain itu, ia menyebut, keputusan tersebut diambil menyusul temuan Bea Cukai Madura dan Polres Sumenep terkait keberadaan 11 PR bodong di wilayahnya, dan sebanyak 71 PR lainnya tengah dalam proses evaluasi.
Namun sayangnya, ketika ditanya apakah kebijakan penundaan ini merupakan tindak lanjut atas surat resmi dari Bea Cukai Madura, Rahman mengaku tidak ada dokumen resmi yang diterima. “Tidak ada surat resmi dari Bea Cukai, hanya hasil komunikasi dan koordinasi lisan,” akunya.
Terpisah, kebijakan Bupati Wongsojudo ini pun dinilai sebagian kalangan, termasuk praktisi hukum Syaiful Bahri, SH., merupakan sebagai bentuk generalisasi yang merugikan para calon pengusaha sah.
“Pandangan saya atas ketidakjelasan dasar hukum dan prosedur dalam penundaan izin ini bisa dinilai membuka celah bagi diskriminasi dan melemahkan iklim investasi lokal,” katanya.
Lebih lanjut dikalimatkan Ipung kerap disapa, bahwa di tengah gencarnya promosi daerah serta ajakan investasi oleh Pemkab Sumenep, sikap ambigu terhadap pengusaha lokal justru menimbulkan ironi.
“Publik Sumenep menanti sikap tegas dan transparan, agar upaya penegakan hukum terhadap PR bodong tidak menjerat pihak yang berniat membangun ekonomi daerah secara sah dan terbuka,” pungkasnya.