OkeDaily.com – Di awal periode kedua kepemimpinannya, Gubernur Bali Wayan Koster akan segera memenuhi janji kampanyenya. Dengan demikian, Pemerintah Provinsi Bali akan menggelar rapat koordinasi (rakor) bersama bupati dan walikota se-Bali serta anggota staf untuk menyamakan persepsi pembangunan Bali.
Dalam rakor yang akan diadakan pada Rabu, 12 Maret 2025, di Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung, tidak hanya lembaga eksekutif tetapi juga DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Gubernur Koster mengatakan saat pengukuhan Ketua TP PKK, Pembina Posyandu, dan Dekranasda di Taman Budaya Bali, Denpasar, pada Jumat (7/3), “Kami akan menyelenggarakan rakor pemerintahan daerah pada 12 Maret nanti, jika pemerintahan berarti eksekutif dan legislatif.”
Dalam hal ini, Gubernur Koster menyatakan bahwa sinergi dengan kepala daerah dan bupati dan walikota se-Bali sangat penting, dan harus terus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pembangunan Bali yang kecil ini dapat berjalan harmonis, terintegrasi, dan dijalankan dengan kebersamaan dan kegotongroyongan.
Ketua DPD PDI Perjuangan Bali menegaskan, “Ini akan melibatkan semua kepala daerah. Beserta perangkat daerahnya provinsi, kabupaten/kota, serta DPRD provinsi, kabupaten/kota se-Bali.”
Pada hari Selasa, 4 Maret 2025, Gubernur Koster mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 6 Tahun 2025 yang mengatur penggunaan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.
Lebih jauh, dalam kebijakan perdana yang ditandatangani oleh Gubernur Koster setelah resmi dilantik pada 20 Februari 2025 lalu, disebutkan bahwa lagu kebangsaan Indonesia Raya harus dinyanyikan dan/atau dinyanyikan setiap hari kerja pukul 10.00 Wita, bersama dengan teks Pancasila dan saat pengibaran atau penurunan bendera negara dalam upacara penghormatan.
Sementara itu, Gubernur Koster juga mengumumkan dalam pidato perdananya di sidang paripurna DPRD Bali pada Selasa (4/3), bahwa Pemprov dan DPRD akan segera mengubah 15 Peraturan Daerah, dan Peraturan Gubernur untuk menciptakan pembangunan yang lebih sistematis dan terorganisir.
Gubernur Koster menyatakan bahwa undang-undang ini dibuat untuk memastikan bahwa pelestarian budaya, pelestarian lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan kepentingan masyarakat lokal diimbangi.