Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 325x300
Artikel

Mengenal Sosialisme Islam

Avatar of Okedaily
85
×

Mengenal Sosialisme Islam

Sebarkan artikel ini
Mengenal Sosialisme Islam
Dok. Pribadi : Ahmad Marzuki Toekan. ©Okedaily.com

Oleh : Ahmad Marzuki Toekan

“Tahukah kamu, apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari ‎kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau ‎kepada orang miskin yang sangat fakir. Kemudian dia termasuk orang-‎orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling ‎berpesan untuk berkasih sayang” (Alqur’an : Surah Al-Balad, Ayat 12-17).

Sosialisme Islam, bukanlah peristilahan baru yang dibuat oleh penulis. Penggabungan dua istilah tersebut telah dikenal oleh kaum cendikiawan Indonesia, bahkan pada saat penjajahan Pemerintahan Kolonial Belanda masih bercokol di bumi pertiwi. H.O.S. Tjokroaminoto yang telah memadukan dua istilah tersebut.

Mula-mulanya terbit dua artikel yang dimuat oleh surat kabar resmi Serikat Islam (SI), Oetoesan Hindia pada 1 Januari 1913, yang berjudul; Apakah Sosialisme itu dan Sosialisme berdasar atas Islam. Hingga kemudian disusun menjadi buku yang diberi judul; Islam dan Sosialisme, terbit pada November 1924.

Baca Juga :  Women Support Women

Pemaduan Islam dan Sosialisme yang dilakukan oleh Tjokroaminoto, bukan sekedar memadukan  dua istilah tetapi mempunyai konteks sejarah seperti yang dituliskan oleh Z. A, Ahmad;

Dia didorong menulis itu, berhubung dengan adanya aliran politik kuat yang berpendapat bahwa sosialisme-lah yang akan dapat melepaskan bagian umat manusia yang sengsara didunia ini dari penderitaannya.

Lagi pula untuk membantah tuduhan-tuduhan terhadap islam, bahwa agama Islam hanya menghendaki keselamatan orang-orang yang memeluknya saja, dan bukan keselamatan lain-lain orang juga dalam masyarakat. Menuliskan.

Tetapi sebelum terlalu jauh mengulasnya, terlebih dahulu perlu kita mengenal Islam dan Sosialisme itu sendiri. Seperti sebuah pepatah latin yang berbunyi, “ad recte decendum opertet primum inquirere nomina, quia rerum cognition a nominibus rerum dependet.” Yang berarti, agar dapat memahami sesuatu, perlu diketahui namanya agar mendapatkan pengetahuan yang benar.

Baca Juga :  Selamat Hari Ibu 22 Desember 2021, Perempuan Berdaya Indonesia Maju

Kata pokok dari Sosialisme ialah “socius” kata latin yang artinya “teman”. Sosialisme dapat diterjemahkan dengan persaudaraan manusia (H. Van der Mandere, 1949). Sedangkan secara bahasa, sosialisme berasal dari serapan bahasa Belanda: socialisme yang berarti serangkaian sistem ekonomi dan sosial yang ditandai dengan kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan manajemen pekerja.

Tetapi ada kesulitan menemukan, siapa pertama kali yang menggunakan istilah ini. Seorang penulis Prancis, L. Rebaud mengganggap dirinya yang mendapatkan kata itu. Sedangkan Grunberg, kata itu telah dipakai oleh seorang pendeta Italia, Giuliani. Menurutnya, penggunaan kata Sosialisme dalam arti “Khatolicisme” sebagai lawan dari protestanisme (Lihat Z. A, Ahmad; Dasar-dasar ekonomi dalam Islam).

Terlepas dari tentang siapa yang menemukan kata tersebut. Indonesia mengenal istilah Sosialisme sesuai dengan arti kaum Marxis, yang pertama kali diperkenalkan oleh Hank Sneevliet seorang Komunis Belanda yang merintis pembangunan Partai Komunis Indonesia.

Paham Marxisme diperkenalkan olehnya, melalui organisasi Indische Social Democratische Vereenenging (ISDV). Melalui organisasi inilah, kemudian pelan-pelan merekrut anggota Sarekat Islam, khususnya Semarang yakni Soemaun.

Baca Juga :  Terorisme Akibat Dangkalnya Pemahaman

Marxisme memahami sosialisme sebagai masyarakat tanpa kelas. Seorang pemikir ternama Mesir, Hassan Hanafi melanjutkan bahwa masyarakat tanpa kelas ialah kehidupan masyarakat yang menempatkan semua anggota warganya pada posisi yang setara, tidak ada orang kaya dan kuat, superior dan inferior, penindas dan tertindas.

Sedangkan Istilah Islam, adalah kepercayaan dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam (SAW) yang menandaskan keyakinan pada Al-Quran, merupakan teks yang dianggap oleh umat Islam sebagai kitab suci yang langsung dari Firman Allah.

Selain daripada memberikan pencerahan akidah kepada umat manusia, ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah mampu melahirkan masyarakat yang ideal pada masanya. Terdiri dari orang yang tidak mementingkan diri sendiri, yang selama tiga puluh tahun berhasil bereksperimen dalam melaksanakan demokrasi sejati, berdasarkan persamaan, keadilan dan moralitas (Karen Armstrong, 2002).

Dari sini kita mampu membedakan secara mendasar antara Islam dan Sosialisme. Islam berasal dari Firman Tuhan, sedangkan Sosialisme dari akal budi manusia. Tetapi disisi lain, pada akhirnya kita juga mampu melihat kesamaan antara keduanya dalam keberpihakannya pada kemanusian dan cita-cita membangun masyarakat tanpa kelas.

Baca Juga :  Dapatkan Dukungan Berbagai Kalangan, RPM Gelar Isra Miraj

Menurut Fazkur Rahman, Konsep masyarakat tanpa kelas merupakan konsep yang tidak asing dalam doktrin Islam, ia mengatakan:

Sejak semula, Islam, melalui ajaran prinsip-prinsip moral dan berlakunya hukum dalam kenyataan, pembaharuan masyarakat merupakan bagian dari inti ajaran Islam.

Sungguh Islam dapat dilukiskan sebagai gerakan pembaharuan sosial ekonomi yang didukung oleh ide keagamaan dan etis tertentu yang sangat kuat berkenaan dengan Tuhan dan alam raya.

Faktor paling fundamental dan dinamis dari etika sosial dalam Islam adalah Egalitatrianisme; semua anggota keimanan itu, tidak peduli warna kulit, ras, dan status sosial atau ekonominya adalah partisipan yang sama dalam komunitas.

Pendapat diatas telah berhasil mengurai kesamaan misi ke-Islaman dan Sosialisme. H.O.S. Tjokroaminoto dalam pembahasan tentang sosialisme Islam secara spesifik menyebut bahwa sosialisme yang dimaksudnya adalah sosialisme yang bersandar kepada agama (Islam) yang wajib dilakukan oleh umatnya sepanjang hal tersebut merupakan perintah agama Islam.

Baca Juga :  Catatan Nalar Kritis Ideologi, Mewarnai Kokohnya Tembok Besar

Sosialisme sebagaimana dimaksud adalah sosialisme yang telah berkembang kurang lebih selama tiga belas abad serta telah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah, dan bukanlah sosialisme yang lahir dari pengaruh bangsa Eropa (H.O.S. Tjokroaminoto 2010).

Dari uraian tersebut, bahwa jelas perbedaan yang dimaksudkan oleh Tjokroamninoto tentang Sosialisme Islam dan Sosialisme Eropa. Disana dapat dilihat, antara titik berangkat dan akhir dari pada keduanya. Sosialisme ala Marxian, berakhir pada masyarakat tanpa kelas. Sedangkan Sosialisme ala Islam, pergerakan yang bukan saja mencapai kesempurnaan hidup di dunia tetapi juga akhirat.

Dalam prakteknya, Tjokroaminoto membagi macam sosialisme yang dikenal oleh Islam, yaitu;

1. Staats-sosialisme, baik yang bekerja dengan kekuatan satu pusat (gecentraliseerd) maupun yang bekerja dengan kekuatan gemeente-gemeente (gedecentraliseerd).

2. Industri-sosialisme. Jika satu negeri bersifat sosialis, maka pekerjaan kerajinan (pabrikan, industri) harus diatur seluas-luasnya secara sosialis (gesocialiseerd) juga. Di dalam negeri yang demikian itu, keberadaan tanah menjadi pokok segala hasil dan pokok semua pekerjaan industri besar.

Kalau hendak dijalankan seluas-luasnya land-socialisme dan staat-socialisme, maka bentuk sosialisme inilah yang terutama sekali dijalankan oleh Islam. Sejak Rasulullah memegang kekuasaan negara, maka negara itu segera diaturnya secara sosialis, dan semua tanah dijadikannya sebagai milik negara.

Disini kita kembali menemukan kesamaan yang sangat mencolok, antara Sosialisme Islam dan Sosialisme Eropa. Keduanya menginginkan, bahwa alat produksi tidak boleh dimiliki secara pribadi. Pendeknya sama-sama menentang kapitalisme.

Baca Juga :  Pahami Etika Dalam PHK Pada Masa Resesi Ekonomi

Meskipun demikian, Tjokroaminoto tidak menerima pandangan Kalr Marx. Menurutnya, Marx tidak mengakui keberadaan agama, bahkan menyatakan bahwa agama itu adalah kebingungan otak yang dibuat-buat oleh manusia untuk meringankan beban hidup yang sukar, sehingga agama merupakan candu bagi rakyat.

Selain itu, ajaran materialism historis menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari benda, oleh benda, dan kembali ke benda. Padahal, umat Islam meyakini bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, oleh Allah dan akan kembali kepada Allah. Ajaran materialism historis dengan demikian tidak hanya memungkiri keberadaan Allah, namun juga mempertuhankan benda (H.O.S. Tjokroaminoto 2010).

Dari berbagai macam pandangan yang telah dijelaskan dimuka, yang pokoknya mempertautkan antara Islam dan Sosialisme. Kiranya dapat kita bedakan hal mendasar dari keduanya. Higga oleh H.O.S. Tjokroaminoto melahirkan istilah yang begitu brilian, yakni Sosialisme Islam.

Namun patut untuk kita akui, bahwa prinsip-prinsip daripada keduanya mempunyai kesamaan, khusunya mengenai prinsip keadilan, kesetaraan, dan persaudaraan merupakan prinsip yang dipegang teguh baik oleh sosialisme Islam maupun sosialisme Barat. Selain itu, keduanya sama-sama bertujuan menciptakan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat.