OKEDAILY.COM – Salam pergerakan !!! Sahabat ku dimanapun dan ruas manapun PMII berada dan kita jaga.
Dalam perhelatan sakral tingkat nasional dalam tubuh PMII ini (Muspimnas) yang di selenggarakan di salah satu kampus besar di daerah tulungagung yang dibuka pada tanggal 17 November 2022.
Saya secara pribadi banyak sekali belajar dan bersapa silaturahmi dalam rasa (Silaturasa) bersama sahabat daerah ujung timur sampai ujung barat indonesia yang hadir dan membawa pemikiran, harapan dan cinta untuk PMII lebih baik dimasa depan.
Baca Juga : Sejauh Mana Efek LHP BPK Bagi Kota Keris?
Dalam esensi inti dari penyelenggaraan kegiatan ini ada suatu titik fokus yang ingin sedikit saya kritisi dan angkat dalam tulisan ini dengan kerangka judul “Duka Kudeta Kritis Argumen oleh Kritis Sentimen”.
Sudah bukan menjadi rahasia umum, ada banyak kejadian baik dan buruk dalam perhelatan sakral (Muspimnas) kali ini, dimulai dari awal pembukaan acara waktu itu muncul suasana panas di tengah sejuknya Kota Tulungagung yang menyebabkan terjadinya konflik anarkis.
Peristiwa itu sempat menghambat jalanya pembukaan, dan berlanjut dari hari ke hari hingga tulisan ini dibuat masih banyak sekali kejadian yang terjadi, yang dimana cenderung mengalir arus anarkis dalam sendi-sendi jalannya dinamika kegiatan (Muspimnas) kali ini.
Baca Juga : Bak Pepesan Kosong, SPP Gratis Hanya Janji Politik Gubernur Khofifah?
Saya masih ingat betul belajar dari salah satu narasi tokoh intelektual publik indonesia dalam acara launching buku biografi Luhut Binsar Pandjaitan, dia berkata “Berkritik-lah dengan basis argumen bukan sentimen, ucapkan argumenmu jangan simpan sentimen mu,” kata Rocky Gerung.
Dari segala macam dinamika yang terjadi hari ini, terlepas dari baik buruk dan siapa yang benar dan siapa yang salah sudah seharusnya dan waktunya kita sebagai sahabat PMII untuk muhasabah diri, tentang apa yang seharusnya kita lakukan dan bagaimana sebaiknya cara kita untuk melakukanya, terkhusus tentang bagaimana cara kita berdealektika dan berdinamika dalam organisasi pergerkan kita ini.
Dalam paradigma Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kita diajarkan untuk menggunakan Paradigma “Kritis Transformatif”, yang dimana dasar dari kritis yang seharusnya kita implemantasikan dalam diri kita adalah kritis yang bersifat membangun.
Baca Juga : Ratusan Juta Rupiah Dikucurkan, Pusat Informasi KKKS di Sumenep Belum Juga Buka
Akan tetapi mengaca dari dinamika perhelatan Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) kali ini dan bahkan di setiap kegiatan di PMII kita sering lupa terkait esensi ini, sehingga terjadi kudeta paradigma nalar kritis kita yang seharusnya bersifat argumen yang membangun malah menjadi argumen yang sentimen.
Dari tulisan ini, saya berharap dan bercita tulisan ini bisa dibaca dan bisa menjadi titik muhasabah kita sebagai sahabat PMII dalam memanajemen konflik dalam organisasi yang bahwasanya berperang dialektika dengan argumen itu lebih anggun daripada berperang dialektika menggunakan sentimen. Apalagi hingga menimbulkan kejadian yang sebenarnya kita sama-sama tidak menginginkannya.