MEDAN – Mantan Kadis Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Pemprov Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan, divonis bebas oleh Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan atas dugaan tindak pidana korupsi pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat yang bersumber dari APBD 2020 sebesar Rp2.499.769.520.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Effendi Pohan, selama 4 tahun 6 bulan. Kemudian, denda Rp100 juta subsider selama 3 bulan penjara. Dalam putusan bebas tersebut, salah seorang anggota majelis, Ibnu Kholik, menyatakan dissenting opinion (Pendapat Berbeda, red).
Baca Juga : Wasekjen PP IPNU Minta Presiden Jokowi Tegas Tolak Pemilu 2024 Diundur
Dalam sidang berlangsung secara virtual di Pengadilan Negeri (PN) Medan Senin 21 Februari 2021, Hakim Kholik menyatakan bahwa terdakwa Effendy Pohan terbukti ada menerima aliran dana sebesar Rp1.070.000.000.
Namun dua majelis hakim lainnya yakni Jarihat Simarmata, selaku ketua majelis hakim dalam perkara tersebut dan hakim anggota Syafril Batubara menyatakan, terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer dan subsider JPU dari Kejari Langkat, Mohammad Junio Ramandre.
Hal tersebut menuai pertanyaan besar publik, salah satunya datang dari Muhammad Haryadi Nasution, Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PW IPNU) Sumatera Utara, menurutnya putusan Majelis Hakim PN Medan tidak relevan dengan fakta kejadian yang sebenarnya.
Selanjutnya Muhammad Haryadi meminta, PN Medan untuk mengevaluasi kembali putusan tersebut. Dimana masi banyak keganjalan yang terjadi, antara lain :
- Apa Pertimbangan Hakim Terkait Vonis Bebas Dan Mendakwa 3 Orang Lain
- Mengapa Salah Satu Hakim Bahwa Menyatakan Efendi Pohan Itu Melakukan Korupsi Yang 2 Lagi Tidak
- Fakta Persidangan Telah Jelas Bahwa Efendi Pohan Terlibat Dalam Kasus Korupsi Tersebu. Dibuktikan Dengan Kesaksian Supir Efendi Pohan Dalam BAP.
“Kita mendukung Kajari Langkat melaksanakan kasasi agar kasus ini terang benderang dan meminta kepada kepala pengadilan mengevaluasi kinerja hakim yang membuat kekeliruan dalam putusan ini, sebagaimana dakwaan subsider JPU,” Kata Muhammad Haryadi, Jum’at (25/2).
Pihaknya menilai, telah terjadi indikasi pelanggaran Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Perlu diketahui, hingga berita ini diterbitkan awak media belum berhasil mendapatkan tanggapan dari pihak PN Medan.