SUMENEP – Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Biosolar (B30) atau lebih dikenal dengan sebutan solar subsidi di Kepulauan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, telah berlangsung sejak bulan Februari lalu dan terus berlanjut hingga kini.
Langkanya BBM solar subsidi jelas menjadi penghambat berjalannya roda perekonomian Sapeken, salah satu wilayah Kepulauan Sumenep bermata pencaharian utama melaut, istilah masyarakat setempat bagi mereka yang berprofesi nelayan.
Solar Subsidi Langka Akibat Keterlambatan Pengiriman
Dilansir Radar Madura pada, Selasa (22/2) lalu. Sales Branch Manager (SBM) Pertamina Madura Denny Nugrahanto mengatakan keterlambatan pengiriman ke Kepulauan Sumenep jadi pemicu kelangkaan solar subsidi di Sapeken.
Selain cuaca ekstrem, kapal yang biasa mengangkut solar subsidi ke Sapeken mengalami kerusakan. “Tapi, sekarang posisi sudah disuplai normal. Sudah dikirim ke Kepulauan Sumenep,” kata dia, Senin (21/2).
Denny menyatakan keterlambatan pengiriman BBM solar subsidi ke Kepulauan Sumenep tidak akan mengurangi jatah dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Lebih lanjut, Denny menerangkan APMS tidak diperbolehkan menjual BBM solar subsidi selain kepada nelayan dan harus sesuai harga eceran tertinggi (HET).
“Kalau misalnya ditemukan begitu (menjual kepada selain nelayan/menjual di atas HET, red), pasti disanksi. Sanksi paling beratnya pencabutan izin atau didenda sesuai kerugian yang ada,” jelasnya.
Anggota DPRD Kabupaten Sumenep Curiga Ada Ulah Mafia BBM
Beredarnya video Badrul Aini Anggota DPRD Kabupaten Sumenep asal kepulauan saat kehabisan BBM di tengah perairan Sapeken, memicu kabar langkanya solar subsidi di wilayah yang terkenal sebagai eksportir hasil laut itu.
“Saya merasa aneh ketika BBM (solar subsidi, red) di Sapeken langka. Kalaupun ada harganya melambung,” tutur Badrul Aini dalam Radar Madura, Selasa (22/3).
Politisi PBB itu menyampaikan, solar subsidi di Sapeken seharga Rp 6.500 hingga Rp 7.000 melampaui harga eceran tertinggi Rp 5.500. “Melebihi HET. Jika demikian, cenderung dimainkan,” ucapnya.
Dia mencurigai langkanya solar subsidi di Sapeken karena agen penyalur minyak dan solar (APMS) menjual ke tanker dan kapal-kapal besar.
Menurut Badrul Aini hal tersebut harus ditindak dan diproses hukum apabila terbukti benar. “Sebab kelangkaan semacam ini sering terulang,” ujar dia.
“Karena ada indikasi BBM solar subsidi dijual ke pengguna yang seharusnya pakai solar industri. Seperti kapal-kapal besar yang lewat di Sapeken,” ungkapnya.
Jual BBM Solar Subsidi Selain Kepada Nelayan
Kecurigaan Badrul Aini bahwa APMS menjual solar subsidi ke tanker dan kapal-kapal besar yang melintas di Sapeken jadi sebab kelangkaan, sepertinya mendekati kebenaran.
Setelah narasumber DK (inisial) yang berprofesi sebagai nelayan, memberi informasi sebuah kapal berukuran kurang lebih 25 GT mengangkut BBM solar subsidi dari salah satu APMS di Sapeken.
“Ini foto pada waktu mereka akan melaksanakan kegiatan, menjual solar subsidi nelayan ke kapal tugboat milik perusahaan,” ungkapnya, Sabtu (5/3) malam.
“Nama kapal yang mengangkut BBM ini, KM Zidan Exspress. BBM yang diangkut sebanyak 20 ton jenis solar,” beber DK, dan sejurus kemudian foto tersebut masuk ke nomor WhatsApp Redaksi Okedaily.com.
Lebih lanjut, DK mengungkapkan, setelah pulang dari menjual solar subsidi ke kapal tugboat, ternyata KM Zidan Exspress langsung sandar di APMS 56.694.05 kepunyaan H. Kandar.
“Kalau kami nelayan beli solar subsidi di APMS dibatasi, sementara kapal-kapal besar bisa beli hingga berton-ton,” ketusnya.
Menindaklanjuti keterangan DK, kami pun mencoba menghubungi nomor telepon Nahkoda KM Zidan Exspress. Namun terdengar suara operator yang menandakan sedang tidak aktif, Minggu (6/3).
Sedangkan pemilik APMS 56.694.05 yang terindikasi menjual BBM solar subsidi kepada kapal tugboat, tidak merespon panggilan maupun pesan WhatsApp yang kami kirim.
Camat Sapeken Berjanji Akan Tindaklanjuti
Dalam melakukan pengawasan solar subsidi yang termasuk ke dalam Jenis BBM Tertentu, menjadi tugas dari kecamatan selaku kepanjangan tangan pemerintah daerah.
Oleh sebab itu, guna konfirmasi terkait penjualan BBM solar subsidi kepada kapal tugboat yang dilakukan salah satu APMS, kami pun menghubungi Aminullah, Camat Sapeken. Minggu (6/3).
Dia mengaku belum menerima laporan mengenai BBM solar subsidi yang kembali langka di Sapeken. “Kalau bulan Februari itu langka karena ada kerusakan mesin sehingga pengiriman terlambat. Bulan ini saya belum mendapatkan informasi maupun laporan dari nelayan,” tukasnya.
“Saya sudah tegaskan agar jangan bermain-main dengan solar subsidi yang menjadi kebutuhan dasar nelayan. Untuk kapal ukuran lebih dari 30 GT juga saya wanti-wanti agar betul-betul diawasi, takut terjadi penyelewengan,” kata dia.
Di akhir perbincangan, Aminullah berjanji akan menindaklanjuti dugaan penjualan BBM solar subsidi diluar ketentuan. “Siap besok saya klarifikasi pada agen (APMS, red),” janji Camat Sapeken.
Berdasarkan Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014, konsumen yang berhak menggunakan Biosolar (B30) Subsidi atau lazim disebut solar subsidi yaitu;
- Usaha mikro
- Mesin perkakas untuk usaha mikro (mesin giling)
- Usaha perikanan
- Kapal ikan Indonesia maksimum 30 GT (terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan)
- Budidaya iklan skala kecil (kincir)
- Usaha Pertanian
- Alat mesin pertanian dan perkebunan maksimal 2 hektar
- Peternakan yang menggunakan mesin pertanian
- Transportasi
- Kendaraan bermotor perseorangan untuk angkutan orang / barang (plat dasar hitam)
- Kendaraan bermotor umum (plat dasar kuning) kecuali: Mobil pengangkut hasil perkebunan dan pertambangan dengan roda lebih dari 6
- Semua kendaraan layanan umum (ambulance, mobil jenazah, pemadam kebakaran dan pengangkut sampah)
- Transportasi air dengan motor tempel.
- Kapal angkutan umum berbendera Indonesia baik di sungai, danau, laut dan penyebrangan
- Kapal pelayaran rakyat / perintis
- Kereta api umum penumpang dan barang
- Pelayanan umum
- Pembakaran dan penerangan di Krematorium dan tempat ibadah
- Penerangan Panti asuhan dan panti jompo
- Penerangan rumah sakit tipe C, tipe D dan Puskesmas
- Harus melampirkan verifikasi dan rekomendasi SKPD terkait