OkeDaily.com – Instruksi Bupati Sumenep Nomor: 100.3.4.2/1/2025 tentang optimalisasi pengumpulan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sumenep, Madura, masih menjadi perbincangan publik.
Pasalnya, kebijakan Bupati Sumenep, Dr. H. Achmad Fauzi Wongsojudo, SH., MH., yang memotong penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebesar 2,5 persen tersebut dinilai tanpa landasan hukum yang kuat.
Beragam pertanyaan publik pun bermunculan, apakah kebijakan ini didukung oleh Peraturan Daerah (Perda), atau sekadar meneruskan instruksi di level pusat?
Baznas Berdiri Sejak 2013, Tapi Tanpa Perda?
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setdakab Sumenep, Kamiluddin, mengonfirmasi bahwa Baznas Sumenep dibentuk pada tahun 2013 silam.
“Baznas dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,” katanya, Selasa (24/6), melalui percakapan selulernya.
Namun, ketika ditanya soal dasar hukum lokal seperti Perda yang mengatur pembentukan Baznas Sumenep, pihaknya tidak memberikan jawaban eksplisit, sedangkan diketahui operasionalnya bersumber dari APBD.
“Soal dana operasional Baznas dari hibah Pemda,” ucapnya singkat.
Selain itu, Kamil juga enggan menanggapi tatkala diminta data total hibah yang sudah dikucurkan sejak 2013. Ia hanya menyebut dasar hukumnya, yakni Perbup Sumenep Nomor 36 Tahun 2017, tanpa nominalnya.
Setelah ditelusuri keberadaan Perkada dimaksud Kamil, mendadak JDIH Pemkab Sumenep error 403 yang mengindikasikan adanya kesengajaan situs tersebut supaya tidak dapat diakses publik.
Adapun soal instruksi pemotongan gaji ASN 2,5 persen, dirinya menyebut dua dasar hukum diantaranya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 31 Tahun 2019.
Kabag Hukum: Tak Butuh Perda, Cukup Delegasi Aturan di Atasnya
Kepala Bagian Hukum Setdakab Sumenep, Hizbul Wathan, punya pendapat berbeda. Menurutnya, Perda untuk Baznas tidak wajib karena Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Pasal 31 dan Pasal 15 telah memberi kewenangan kepada Menteri Agama untuk menetapkan aturan teknis.
“Delegasi kewenangannya bukan ke Perda atau Perkada, melainkan ke Keputusan Menteri,” jelas Wathan, Kamis (26/6).
Sementara soal dana hibah, sambung pria yang karib disapa Wathan, tidak perlu Perda khusus karena sudah dijelaskan dalam regulasi lain.
“Anggaran hibah itu bisa dilakukan sebagaimana mekanisme dalam Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, dan dijabarkan dalam Perbup,” imbuhnya.
Namun, Wathan, juga mengakui bahwa Instruksi Presiden tentang zakat memang mendorong kepala daerah untuk mengeluarkan kebijakan optimalisasi zakat ASN.
“Makanya Bupati Sumenep mengeluarkan instruksi kepada pimpinan satuan kerja sebagai tindaklanjutnya,” tegas Wathan.
Praktisi Hukum: Instruksi Tanpa Perda, Sama Saja Himbauan
Praktisi hukum Sumenep, Syaiful Bahri, SH., menilai bahwa kebijakan ini janggal dan berpotensi menyimpang secara hukum.
“Instruksi Bupati itu sifatnya mengikat. Tapi kalau tidak ada Perda yang menjadi dasar instruksi, maka posisinya sama saja dengan himbauan biasa,” katanya.
Lebih lanjut, menurut Syaiful, sebuah Instruksi Bupati harus mempertegas atau menjabarkan Perda yang sudah ada. “Kalau Perdanya tidak ada, pertanyaannya Instruksi itu menindaklanjuti peraturan apa?,” tanyanya kritis.
Ia juga menyebut bahwa ketiadaan Perda Sumenep tentang Baznas akan menjadi bukti lemahnya kesadaran hukum dan tata kelola pemerintahan daerah.
“Ini mencerminkan kinerja birokrasi yang buruk dan abai terhadap prinsip legalitas,” pungkasnya.
Instruksi Bupati Sumenep terkait pemotongan gaji ASN sebesar 2,5 persen untuk zakat melalui Baznas setempat memang punya semangat baik, yaitu menguatkan pengumpulan zakat.
Namun, sebagaimana disampaikan Syaiful, tanpa landasan hukum daerah yang kuat seperti Perda, kebijakan tersebut dinilai rentan menimbulkan polemik dan ketidakpastian hukum.
Kendati begitu, publik pun menanti dan hukum menuntut kejelasan. Apakah Pemkab Sumenep akan mengevaluasi ulang, atau justru menerbitkan Perda sebagai legitimasi? atau akan terus berpegang pada aturan pusat tanpa memperkuat di tingkat lokal?