SUMENEP, OKEDAILY – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, menjadi sorotan setelah posisi Direktur Utama (Dirut) PT. Wira Usaha Sumekar (WUS), yang diketahui merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat, tidak dilelang secara terbuka.
Keputusan Pemkab Sumenep, dibawah kepemimpinan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo tersebut menimbulkan tanda tanya besar di kalangan masyarakat dan pemerhati kebijakan publik.
PT. WUS, yang memiliki peran strategis dalam pengelolaan aset daerah dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), seharusnya menjadi entitas yang transparan dalam pengelolaan dan pengisian jabatan.
Namun, hingga kini, Pemkab Sumenep belum memberikan klarifikasi terkait alasan di balik keputusan tersebut hingga memantik Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mitra Santri, Asrawi, SH., angkat bicara.
Berdasarkan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa pengelolaan BUMD harus dilakukan dengan prinsip profesional, transparan, dan akuntabel.
Hal ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, yang mengatur bahwa pengangkatan direksi BUMD harus melalui seleksi terbuka guna memastikan kualitas dan integritas calon.
Selain itu, Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, menegaskan pentingnya tata kelola yang baik dalam pengisian jabatan strategis BUMD. Namun, keputusan Pemkab Sumenep yang tidak melakukan lelang terbuka untuk posisi Dirut PT. WUS ini, dinilai melanggar prinsip-prinsip tersebut.
Asrawi juga menilai langkah ini dapat menimbulkan kecurigaan terkait praktik nepotisme atau intervensi politik dalam pengelolaan BUMD. Sebagai putra daerah, ia pun mengungkapkan kekecewaannya.
“Ketika tidak ada lelang terbuka, publik kehilangan hak untuk mengetahui siapa yang layak memimpin PT. WUS. Transparansi adalah elemen penting untuk memastikan integritas dan akuntabilitas di sektor publik, termasuk BUMD,” tegas Asrawi, Sabtu (18/01).
Beberapa sumber internal menyebut bahwa pengangkatan Dirut PT. WUS dilakukan atas dasar “penunjukan langsung” oleh kepala daerah. Namun, alasan di balik keputusan tersebut masih menjadi tanda tanya.
Kemudian, apabila betul kebijakan ini terus dilakukan tanpa transparansi, bukan hanya integritas Pemkab Sumenep yang dipertaruhkan, tetapi juga kinerja PT. WUS.
“Kurangnya pengawasan dalam pengelolaan BUMD dapat berdampak pada efektivitas operasional perusahaan, yang pada akhirnya berimbas terhadap PAD,” ungkapnya.
Kendati demikian, Asrawi mendesak Pemkab Sumenep segera memberikan penjelasan serta membuka kembali proses seleksi Dirut PT. WUS secara transparan dan kompetitif.
“Langkah ini tidak hanya akan memulihkan kepercayaan publik tetapi juga memastikan pengelolaan BUMD yang lebih profesional di masa depan,” pungkasnya.
Kasus ini menunjukkan pentingnya pengawasan publik terhadap pengelolaan BUMD oleh pemerintah daerah. Jika praktik yang tidak sesuai regulasi terus dibiarkan, maka akan sulit menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
Semua pihak diharapkan mengambil pelajaran dari kasus ini dan berkomitmen pada prinsip transparansi, profesionalisme, dan akuntabilitas.
Namun hingga berita ini diterbitkan, Pemkab Sumenep belum memberikan tanggapan resmi terkait tudingan dimaksud.