SUMENEP, OKEDAILY – Posisi Direktur Utama PT WUS, salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Sumenep, Madura, kini dijabat oleh seorang Pelaksana Tugas (Plt) yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Operasional.
Berdasarkan informasi terpercaya yang diterima oleh media ini, kursi Direktur Utama PT WUS dipastikan tidak akan dilelang, dan Plt hanya tinggal menunggu pelantikan untuk resmi menjabat sebagai definitif.
Keputusan tersebut memicu berbagai pertanyaan di tengah-tengah masyarakat Sumenep, terutama mengenai legalitas dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, Pasal 57 ayat (1), pengangkatan anggota Direksi BUMD harus dilakukan melalui proses seleksi terbuka.
Hal tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa calon anggota direksi memenuhi syarat kompetensi, pengalaman, dan integritas, serta mencegah terjadinya konflik kepentingan.
Ketentuan ini diperkuat oleh Permendagri Nomor 37 Tahun 2018, yang menegaskan bahwa proses seleksi terbuka wajib dilaksanakan sebagai bentuk penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good governance).
Berdasarkan peraturan tersebut, Direktur LBH Mitra Santri, Asrawi, SH. menilai bahwa pengangkatan Plt menjadi Dirut definitif tanpa melalui mekanisme seleksi terbuka tidak sah secara hukum.
Alasannya, kata dia, tidak sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas. Proses lelang terbuka bertujuan untuk mencegah nepotisme dan memastikan bahwa jabatan strategis diisi oleh individu yang kompeten.
“Tanpa mekanisme ini, pengangkatan dapat dipertanyakan dari segi integritas dan legalitas. Maka keputusan Bupati Sumenep tersebut sebagai ancaman terhadap tata kelola pemerintahan yang baik,” ujar Asrawi, Sabtu (18/01).
Adapun alasan kedua, sambungnya, ialah melanggar ketentuan administrasi pemerintahan bahwa pengangkatan yang tidak sesuai aturan dapat dikategorikan sebagai maladministrasi, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014.
Selain itu, ia juga menyebut bahwa berpotensi melanggar Undang-undang antikorupsi apabila ada indikasi penyalahgunaan wewenang atau pengangkatan tersebut menyebabkan kerugian keuangan daerah.
Maka dari itu, hal tersebut dapat melanggar Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Ketiadaan lelang terbuka mencederai prinsip good governance. Jabatan strategis seperti Dirut BUMD harus diisi dengan prosedur yang transparan, bukan dengan penunjukan langsung,” tegasnya.
“PT WUS ini milik daerah, milik rakyat. Kami butuh kepastian bahwa pengelolaannya dilakukan dengan profesional dan sesuai aturan,” imbuh Advokat Peradi tersebut.
Penting untuk diketahui, bahwa kasus ini dapat dilaporkan ke Ombudsman RI sebagai dugaan maladministrasi, dan masyarakat Sumenep bisa mengambil langkah hukum tersebut jika Pemkab Sumenep bersikukuh pada pendapatnya.
“Selain itu, jika ditemukan bukti kerugian negara atau penyalahgunaan wewenang, aparat penegak hukum seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melakukan penyelidikan lebih lanjut,” pungkasnya.
Pengangkatan Plt menjadi Dirut PT WUS tanpa proses lelang terbuka tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga berpotensi dinyatakan tidak sah di muka hukum.
Kendati demikian, Pemkab Sumenep dibawah kepemimpinan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo, diharapkan memberikan klarifikasi atas keputusan ini untuk menjaga kepercayaan publik dan menghindari masalah hukum di kemudian hari.