OKEDAILY, MADURA – Proses hukum kasus kekerasan pers yang menimpa dua wartawan Sumenep dari media online kabaroposisi.net (Misrawi) dan koranpatrolixp.com (Sahawi), pada Minggu (26/3/2023), di kediaman Kepala Desa Batuampar, Kecamatan Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, berujung damai dengan mahar 150 juta rupiah.
Diketahui kedua wartawan Sumenep itu bersepakat untuk mencabut laporan polisi, pada Sabtu (1/4/2023) malam, dan memilih penyelesaian keadilan restoratif atau restorative justice dengan para tersangka, sebagaimana diatur dalam Perpol Nomor 8 Tahun 2021.
Diungkapkan Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, S.H. bahwa Restorative Justice (RJ) tersebut dilakukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Ia juga menyebut, pihak pelapor telah meminta uang ganti rugi sebesar 150 juta rupiah secara tunai. Menurutnya, hal itu juga tertuang dalam berita acara.
“RJ dilakukan atas persetujuan antara kedua belah pihak, RJ dilakukan pagi tadi. Pihak pelapor meminta uang ganti rugi sebesar Rp 150 juta tunai. Hal itu juga tertuang dalam berita acara,” ungkap Widi sapaan karib mantan Kapolsek Sumenep Kota tersebut, Senin (3/4/2023).
Namun Restorative Justice kasus yang telah mencoreng marwah profesi jurnalis yang digelar oleh Polres Sumenep tersebut, nampak kedua korban tidak didampingi oleh Tim Penasehat Hukumnya.
Diketahui sebelumnya, kedua korban telah menunjuk empat orang advokat sebagai pendamping hukum (PH) yang diberi kuasa dalam perkara itu. Mereka pun merasa dipecundangi, dan mempertanyakan mekanisme restorative justice tersebut.
Dikatakan Ketua Tim PH kedua korban, Syaiful Bahri, S.H. bersama rekan-rekannya merasa dipecundangi mendengar berita adanya restorative justice terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap dua korban itu, yang dilakukan oleh mantan Kades dan Kades Batuampar, masing-masing berinisial MFR dan RB. AMA.
”Kami selaku kuasa hukum 2 (dua) Saksi Korban sungguh sangat kecewa karena mekanisme restorative justice yang digelar di Polres Sumenep tidak ada pemberitahuan kepada kami, baik itu dari pihak Polres selaku penyidik dan dari pemberi kuasa (klien),” ujarnya, Senin (3/4).
Namun semua sudah terjadi, bahkan dari pihak kliennya pun tidak ada komunikasi sampai saat ini. Padahal kata Ipung sapaan akrabnya, sudah jelas di surat kuasa bahwa pencabutan surat kuasa secara sepihak tidak bisa membatalkan surat kuasa.
”Jadi secara legalitas, saya masih bisa mempertanyakan kasus ini kepada Polres Sumenep seperti apa bentuk kesepakatan restorative justice walau sudah menjadi rahasia umum terhadap hal tersebut, bahwa klien kami menerima uang kompensasi sebesar seratus lima puluh juta rupiah,” tandanya.
“Dan yang pasti secara persurat kami secepat mungkin tetap mempertanyakan hal ini kepada pihak polres dan kepada dua orang klien kami tersebut,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, pada Sabtu (1/4/2023) kemarin, Polres Sumenep telah menetapkan kedua terduga pelaku kekerasan pers sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 368 ayat (1) atau pasal 335 ayat (1) ke 1e, 2e Jo pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHP Jo pasal 18 ayat (1) Jo pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Jo pasal 55 ayat (1) ke 1e KUHP.