Okedaily.com, Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang memperberat hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Diketahui, Majelis hakim PT DKI menaikkan hukuman penjara dari sebelumnya 5 tahun menjadi 9 tahun penjara di tingkat banding.
Meski demikian, vonis bagi kader Gerindra tersebut masih dirasa ICW belum cukup dalam memberikan efek jera kepada Edhy.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyarankan seharusnya hukuman Edhy diberatkan menjadi 20 tahun penjara.
“Mestinya pada tingkat banding, hukuman Edhy diubah menjadi 20 tahun penjara, dendanya dinaikkan menjadi Rp1 miliar, dan hak politiknya dicabut selama 5 tahun,” ujar Kurnia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/10/2021).
Lebih lanjut Kurnia memaparkan sejumlah alasan Edhy seharusnya diberikan hukuman yang lebih berat dari pidana penjara 9 tahun.
Pertama, kata dia, Edhy telah melakukan kejahatan korupsi saat menduduki posisi sebagai pejabat publik.
Baca Juga : Miris, PT TBM Upah Petugas Parkir RSUD dr. Moh. Anwar Tak Sesuai Aturan
Baca Juga : Eksploitasi Migas Bukan Jaminan Pagerungan Kecil Terang Benderang
Baca Juga : Mengungkap Bunga Deposito Kasda Sumenep
Baca Juga : Carut Marut Perbup Sumenep Modal Suket Lolos Jadi Cakades
Baca Juga : Tunggu Ambruk, Anggaran Pemeliharaan UPT Destinasi Wisata Sumenep Baru Diajukan
Selain itu, Kurnia menilai putusan banding ini mengkonfirmasi kekeliruan putusan tingkat pertama.
Tak hanya itu, hal itu juga menggambarkan betapa rendahnya tuntutan yang dilayangkan jaksa KPK terhadap Edhy Prabowo.
“Bagaimana tidak, pasal yang digunakan oleh KPK sebenarnya memungkinkan untuk menjerat Edhy hingga hukuman maksimal, namun pada faktanya hanya 5 tahun penjara,” tegasnya.
Dalam keterangannya itu, Kurnia berujar, jika ke depannya Edhy Prabowo mengajukan kasasi, penting bagi Komisi Yudisial mengawasi proses persidangan tersebut.
“Jangan sampai putusan kasasi nanti meringankan kembali hukuman Edhy Prabowo dengan alasan yang mengada-ada,” ungkapnya.
Seperti diketahui, Edhy dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait izin ekspor benih lobster. Edhy disebut terbukti menerima suap Rp25,7 miliar dari para eksportir benih benur lobster (BBL).
Di pengadilan tingkat pertama, Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis hukuman 5 tahun penjara untuk Edhy.
Pada hari ini di tingkat banding, Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI menambah hukuman penjara menjadi 9 tahun untuk Edhy.
“Menyatakan terdakwa Edhy Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dalam dakwaan alternatif pertama,” demikian bunyi amar putusan yang dikutip dari situs Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Kamis.
Selain pidana penjara, Edhy diaruskan untuk membayar denda Rp400 juta yang dapat diganti pidana kurungan selama 6 bulan.
Edhy juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp9.687.447.219 dan USD77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan.
Bila tidak membayar dalam waktu satu bulan sejak putusan inkrah, hartanya disita dan dirampas negara. Bila hartanya tidak cukup, diganti 3 tahun kurungan.
Tak hanya itu, majelis tingkat banding juga mencabut hak politik Edhy selama tiga tahun.